Sahkan Undang-undang, Turki Ancam Potong Bandwith Medsos
Turki menerapkan undang-undang baru terkait media sosial pada Rabu, 29 Juli 2020. Undang-undang tersebut banyak dikritik mengancam kebebasan berkespresi warga Turki lewat media sosial.
Aturan yang didukung Presiden Tayyip Erdogan serta aliansi dari Partai AK meminta agar media sosial buatan asing memiliki perwakilan lokal yang membantu agenda pemerintah setempat. Aturan ini juga membolehkan pejabat Turki untuk menghapus konten dalam platform, alih-alih memblokir akun tersebut.
Media sosial tersebut juga harus menyimpan infromasi pengguna lokal Turki. Hal ini memunculkan kekhawatiran jika pemerintah Turki yang lebih otoriter di bawah Erdogan, akan memiliki akses lebuh mudah pada data pengguna media sosial.
Perusahaan yang tak mematuhi aturan ini, termasuk Facebook dan Youtube, akan dipotong bandwithnya hingga 90 persen, memblokir akses penggunaan, dan menerima penalti lainnya.
Saat ini, sekitar 90 persen media utama di Turki dimiliki oleh negara atau pengusaha yang dekat dengan penguasa.
Aturan ini dikritik oleh aktivis dan akademisi di Turki. Yaman Akdeniz, pakar hak siber dan profesor di Universitas Bilgi Istanbul mengatakan jika aturan baru ini akan menghasilkan dampak yang mengerikan. "ini akan mempermudah identifikasi kelompok yang berbeda sikap, menemukan siapa di balik akun-akun kritis. Atau orang akan berhenti menggunakan media sosial jika mereka menyadari ini," katanya. "Warga Turki sudah takut untuk menyampaikan pendapat," lanjutnya.
Sementara, Ozgur Ozel, pakar hukum senior dari partai oposisi Partai Masyarakat Republik (CHP), menyebut undang-undang itu sebagai tindakan balas dendam. "Mungkin kami bisa dibungkam, tapi kalian tak bisa membungkam pemuda," katanya di depan parlemen sebelum undang-undang tersebut disahkan melalui perdebatan sehari penuh.
Sejumlah media sosial di Turki telah menghadapi tuntutan hukum dari pemerintah. Twitter menyebut Turki sebagai negara kedua yang paling banyak melayangkan gugatan serta permintaan terkait legalitas kepada Twitter,di tahun 2019.
Sebelumnya, Erdogan dikenal banyak melempar kritik pada media sosial. Menurutnya plarform ini meningkatkan 'tindakan imoral' di dunia maya karena kurangnya peraturan. Partai AK nya mengatakan aturan baru tidak akan digunakan untuk menyensor melainkan untuk melindungi data dan hak personal. (Rtr)