Sahat Tua Simanjuntak, Fakta dan Modus Korupsi Dana Hibah
Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua Simanjuntak resmi jadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sahat diduga terlibat dalam korupsi dana hibah APBD Jawa Timur dengan total anggaran Rp7,8 triliun tahun 2020 dan 2021.
Kronologi Kasus
Kasus dugaan korupsi dana hibah APBD Pemprov Jatim dimulai dari laporan dari masyarakat terkait penyerahan sejumlah uang kepada anggota DPRD Jawa Timur, terkait dana hibah.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyebut, tim KPK segera turun ke Surabaya, pada Rabu, 14 Desember 2022. Diduga terjadi serah terima uang dari Kepala Desa Jelgung Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang Abdul Hamid. Kades yang juga Koordinator Kelompok Masyarakat (Pokmas) itu menyerahkan sejumlah uang kepada Rusdi, staf ahli Sahat.
Selanjutnya, KPK juga menangkap beberapa pihak di lokasi berbeda. Sahat dan Rusdi sendiri ditangkap di DRPD Jawa Timur, sedangkan Abdul Hamid dan Koordinator Lapangan Pokmas bernama Ilham Wahyudi alias Eeng masing-masing diamankan di rumah kediamannya di Kabupaten Sampang.
Johanis, dalam keterangannya menyebut jika dalam operasi tersebut, KPK juga menyita uang dalam pecahan rupiah, dolar Singapura (SGD) dan dolar Amerika (USD) dengan total sekitar Rp1 miliar, dikutip dari Liputan 6.
Tersangka KPK
KPK lantas membawa Sahat dan sejumlah pihak untuk diperiksa di Gedung Merah Putih. Tak lama, KPK menetapkan Sahat, Rusdi, dan Abdul Hamid sebagai tersangka dan ditahan selama 20 hari ke depan, pada Kamis, 15 Desember 2022.
Sahat Tua ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK pada Pomdam Jaya Guntur, Rusdi di Rutan KPK pada Kavling C1 gedung ACLC, Abdul Hamid ditahan di Rutan pada Kavling C1 gedung ACLC, sementara Ilham Wahyudi alias Eeng ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih.
Terungkap Sahat dan Rusdi menerima uang dari Abdul Hamid serta Ilham Wahyudi. Sahat diduga menerima uang suap sebesar Rp5 miliar dari pengurusan dana hibah APBD DPRD Jawa Timur.
Johanis menerangkan jika kasus itu bermula dari anggaran dana hibah 2020 dan 2021 APBD Jatim, yang terealisasi sebesar Rp7,8 triliun. Seharusnya, dana itu didistribusikan kepada Pokmas sebagai dana proyek infrasruktur hingga ke pedesaan. Menurutnya, besaran dana hibah berasal dari usulan anggota DPRD Jatim, dikutip dari Tempo.co.
Suap terjadi ketika Sahat yang berposisi sebagai Wakil Ketua DPRD Jatim menawarkan membantu memuluskan pemberian dana hibah. Penawaran itu kemudian disanggupi oleh Abdul Hamid dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang muka, atau ijon.
Selanjutnya, antara Sahat dan Abdul Hamid juga menyepakati adanya penyunatan dana hibah sebesar 30 persen, dengan pembagian 20 persen untuk Sahat dan 10 persen untuk Hamid.
"Besaran dana hibah Pokmas yang difasilitasi Sahat pada tahun 2021 dan 2022 adalah masing-masing sebesar Rp 40 miliar," katanya.
Seolah ketagihan korupsi, Hamid kemudian menghubungi Sahat kembali, untuk mengurus alokasi dana hibah tahun 2023-2024 dengan pola serupa. “Setelah bersepakat terjadilah penyerahan uang muka senilai Rp 2 miliar kepada Sahat,” sebut Johanis.
Peran Ilham Wahyudi sebagai Koordinator Lapangan Pokmas, untuk menarik uang dan menyerahkan sebesar Rp1 miliar kepada orang kepercayaan Sahat, Rusdi.
"Kemudian uang tersebut ditukarkan menjadi mata uang asing di money changer dalam bentuk USD dan SGD yang kemudian diserahkan kepada Sahat di dalam gedung DPRD Jawa Timur,” jelasnya.
KPK menjerat Sahat dan Rusdi sebagai penerima suap dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan Hamid dan Ilham sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Profil Sahat Tua
Sahat Tua Simanjuntak diketahui sebagai alumni Fakultas Hukum Universitas Surabaya dan aktif di sejumlah kegiatan politik kemahasiswaan di antaranya sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).
Karir politiknya dimulai tahun 1990 ketika mendaftar di Partai Golkar Surabaya bagian biro hukum.
Tahun 1997 ia maju menjadi calon legislatif DPRD Surabaya dari Partai Golkar. Dua kali ia mendaftar di posisi sama, di tahun 1999 kemudian tahun 2004 menjajal jadi anggota DPR RI, namun semuanya berakhir gagal.
Peruntungannya berubah di tahun 2009, ketika akhirnya ia terpilih sebagai Anggota DPRD Jatim lewat Dapil 1. Tahun 2014 ia kembali terpilih dan dipercaya sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar hingga 2019.
Tahun 2019 ia kembali terpilih dan menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Jatim hingga 2024, namun langkahnya terhenti akibat operasi tangkap tangan KPK pada Rabu, 14 Desember.
Sahat pun menyampaikan permintaan maaf pada publik serta mengakui kesalahannya setelah ditetapkan sebagai tersangka, Jumat 16 Desember 2022. "Pertama saya salah, saya salah. Saya minta maaf kepada semuanya, khususnya masyarakat Jawa Timur dan keluarga," ujar Sahat, dikutip dari Tempo.co.