Sadio Mane Anak Imam Masjid yang Religius
Sadio Mane telah menorehkan cukup banyak prestasi untuk pribadi ataupun Liverpool. Kemampuannya mengolah si kulit bundar bukan hanya diakui teman, tetapi juga lawan.
Ada cerita unik antara Sadio Mane dan sang ayah yang merupakan imam masjid di kampung halamannya, Desa Bambali, Senegal.
Saat itu, Sadio Mane memutusakan jadi pesepakbola profesional. Namun sang ayah menentang impian sang anak. Ia takut anaknya lalai beribadah jika sibuk bermain bola. Seperti diketahui, Sadio Mane ditinggal sang ayah meninggal dunia saat masih berusia 7 tahun.
"Saat itu kami sedang bermain di lapangan ketika sepupu saya mendekat dan kemudiang mengaatakan,'Sadio ayahmu telah meninggal,' dan saya jawab, 'Benarkah? Dia becanda...' Saya sungguh tak mempercayainya," kata Mane dalam film dokumenter berjudul Sadio Mane Made In Senegal tersebut.
Kini, Sadio Mane mampu membuktikan bahwa dugaan ayahnya salah. pemain berpaspor Senegal itu adalah sosok yang religius di dalam dan luar lapangan. Saat berada dalam lapangan, pria kelahiran 10 April 1992 itu sering kali merayakan gol yang dicetak dengan melakukan sujud syukur untuk berterima kasih kepada Allah SWT.
Sementara itu, Sadio Mane terkenal dengan kedermawanannya di luar lapangan. Pria 28 tahun itu diketahui membangun sejumlah masjid, sekolah dan rumah sakit di Senegal.
Sejak ayahnya meninggal dunia karena sakit, Sadio Mane memang bercita-cita membangun rumah sakit.
"Saya ingat ayah meninggal dan saudara perempuan saya juga lahir di rumah karena tak ada rumah sakit di kampung kami. Itu merupakan situasi yang sangat menyedihkan bagi semua orang. Karena itu saya ingin membangun rumah sakit untuk memberikan harapan kepada masyarakat," kata dia.
Meskipun demikian, perjalanan Sadio Mane untuk membangun rumah sakit tidaklah mudah. Saat cita-citanya menjadi seorang pesepakbola sukses terhalang restu dari keluarganya, Sadio Mane memutuskan untuk kabur dari rumahnya pada usia 15 tahun dengan bantuan temannya, Luc Djiboune.
"Itu sangat sulit karena tak ada satu pun yang mendukung cita-cita saya. Tetapi saya tak pernah berhenti bermimpi. Butuh keberanian yang sangat besar untuk meninggalkan keluarga saya di kampung dan pergi ke Dakat, tetapi saya tahu bahwa saya akan sukses," kata Sadio Mane.
"Setelah itu, keluarga saya mulai menganggap cita-cita saya lebih serius dan tahu bahwa saya tak ingin melakukan hal lainnya. Mereka tahu mereka tak memiliki pilihan lain dan akhirnya mereka membantu saya," sambung dia.
Advertisement