Sa'di Shirazi dalam Taman Bunga-Gulistan
Oleh : Ady Amar
Gulistan sebagai salah satu karya masterpiece dari Timur yang tak ada padanannya di Barat.-- Ralph Waldo Emerson, Penyair-Filosof Amerika Abad ke-19.
Dalam Mukadimah Gulistan, Sa'di Shirazi menuturkan latar belakang hadirnya buku itu, yakni sebagai obat bagi para jiwa yang menderita. Katanya, "Aku berniat menulis kitab untuk menghibur mereka yang membacanya, dan sebagai pedoman bagi siapa saja yang menginginkan Taman Bunga-Gulistan, yang daun-daunnya tak tersentuh kesewenang-wenangan pergantian musim, dan kecemerlangan sinarnya abadi, tak dapat diubah oleh musim gugur."
Sa'di Sang Pengelana
Abu Muhammad Muslih al-Din Abdullah al-Shirazi, yang kemudian terkenal dengan Sa'di Shirazi (Sa'di dari Shiraz), lahir tidak lama setelah Shalahuddin al-Ayyubi merebut Jerusalem dari tentara salib. Sa'di lahir di kota Shiraz, Iran, 571 H/1194 M. Ayahnya meninggal saat usianya 6 tahun.
Saat itu kota Shiraz, tepatnya sejak 1165, dipimpin oleh penguasa Turki Saljuk. Dimana kekuasaannya berakhir pada tahun 1291. Berkuasa sekitar 125 tahun. Adapun penguasa pertamanya Tughlah, lalu dilanjutkan saudara lelakinya Saad Ibnu Zangi. Konon Sa'di itu nama pemberian penguasa itu. Sa'di lalu menjadi nama penanya, atau juga biasa ditulis Sa'di Shirazi.
Adalah Atabek (gubernur) Saad bin Zangi yang membiayai Sa'di menuntut ilmu pada Sekolah Tinggi Nizamiyah, Baghdad. Ia mempelajari ilmu-ilmu Islam, sejarah, hukum dan sastra Arab.
Setelah selesai menuntut ilmu di sana, Sa'di mengembara ke banyak negeri. Ia belajar pada lorong-lorong waktu yang panjang.
Sa'di lelaki sebenar-benar pengembara. Melanglang buana sekitar 30-40 tahun. Itu bisa terlihat dari referensi dalam karya-karyanya ke negara-negara yang ia kunjungi.
Mengembara hingga usia 70 tahun, setidaknya melewati tiga benua, Asia, Afrika dan Eropa. Pernah tinggal menetap di Baghdad, Damaskus, Basrah dan Mekkah. Ia berbicara dan menulis dalam bahasa Persia dan Arab.
Sa'di mengetahui banyak hal, itu bukan karena ia banyak membaca buku, tetapi lebih dikarenakan ia mengenal banyak hal dari pengalaman perjalanannya, melihat fenomena yang ada dengan mata kepalanya sendiri. Ia temukan bermacam-macam watak manusia, dan mengambil ibrah darinya.
Dalam pengembaraan itu, Sa'di menjumpai bermacam kalangan dalam strata sosial berbeda; kalangan berilmu, bangsawan, bahkan gembel sekalipun.
Hal biasa buatnya jika harus menginap di masjid, atau diberi tumpangan orang yang ditemuinya yang bersimpati padanya. Bahkan Sa'di kerap bisa dijumpai tidur di emperan jalan. Di situlah ia temui banyak kalangan. Ia duduk bercengkerama dengan mereka, yang kelak menjadi bekal dalam penulisan karya-karyanya.
Bustan dan Gulistan
Sekembali dari pengembaraan panjangnya, Sa'di memulai menelurkan karya sastranya, yang memukau khalayak bukan saja kala itu, tapi hingga kini karya-karyanya menjadi perbincangan penuh kekaguman tiada henti.
Bustan ( Kebun/The Orchard), diselesaikan tahun 1237 M. Inilah karya puisi-puisinya. Dan lalu karya keduanya, Gulistan ( Taman Mawar/Rose Garden) berupa prosa, menyusul terbit di tahun berikutnya, 1238 M.
Itulah dua karya besarnya, Bustan dan Gulistan, yang mengekspresikan berbagai ragam persoalan yang ditemui dalam pengembaraan panjangnya.
Kehidupan Sa'di dan terutama dua karyanya, itu di Barat banyak ditulis dan diterjemahkan dalam berbagai bahasa: Inggris, Prancis dan Jerman.
Hanya saja di Barat, khususnya di Inggris, karya terjemahannya dianggap terlalu harfiah dan teknis. Sehingga greget dan "ruh" pada karyanya menjadi hambar.
Nilai universal dalam Bustan dan Gulistan, adalah tentang kata-kata bijak, moralitas, aforisme, pepatah dan anekdot yang sangat menghibur- menyenangkan-menyentuh. Nilai-nilai itu, yang menjadi esensi dalam tulisannya.
Ragam pemikiran abadi dan prinsip-prinsip penyair moralis ini menunjukkan kesadaran hakiki tentang keberadaan manusia.
Pada Bustan karya puisi-puisinya itu, kita akan temui nasihat bijak untuk setiap Muslim, sifat adil, murah hati, dan hidup sederhana.
Sedang Gulistan karya berbentuk prosa, penuh akan kisah pribadinya. Terselip pula puisi-puisi pendek yang sarat akan nilai-nilai sufistik, pula memuat aforisme, nasihat dan anekdot-anekdot.
Salah satu puisi Sa'di dalam Gulistan, yang populer, Bani Adam, dikutip dan ditempelkan pada salah satu sudut dinding dalam gedung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Amerika Serikat.
Anak Adam satu badan satu jiwa
Tercipta dari asal yang sama
Bila salah satu anggota badan terluka
Semua merasa terluka
Kau yang tak sedih akan luka manusia
Tak layak menyebut manusia.
Analogi Indah pada Gulistan, dan Karya-karya Lainnya
Dalam Gulistan, Sa'di banyak pula menampilkan analogi-analogi indah menawan.
Saat bicara tentang "Sifat-sifat Baik", dimana sifat baik itu dapat dirusak oleh lingkungan yang buruk, sebagaimana pula lingkungan baik dapat mendorong dan memunculkan kebaikan yang ada pada diri kita, dan mengembangkannya melalui saluran yang benar.
Sa'di memberikan analogi "Sifat-sifat Baik" itu dengan begitu indahnya. Begini tuturnya:
Suatu ketika saya menerima sebuah bola dari tanah liat yang harum dari tangan kekasih. Saya berkata kepadanya, "Aroma surgawi memabukkanku seperti minyak kesturi dan ambergris." Ia menjawab, "Dahulu, aku cuma sebongkah tanah liat yang tak berharga, tetapi karena selalu berteman dengan kumpulan bunga mawar, maka aroma harum sahabatku mengalir ke dalam zatku. Kalau aku tak bergaul dengannya, tentu aku masih menjadi sebongkah tanah liat yang hina."
Sa'di, juga dalam Gulistan, mengangkat faktor "keturunan (genetika)" dan "lingkungan (empiris)", dimana dia lebih condong memilih faktor keturunan sebagai penentu, dibanding lingkungan.
Lalu Sa'di menganalogikan itu dengan kisah indahnya:
Seorang raja menyerahkan anak laki-lakinya kepada seorang guru, dan berkata kepadanya, "Didiklah ia sebagaimana engkau mendidik anakmu sendiri." Setelah beberapa tahun menjalani pendidikan, sang pangeran tidak mengalami kemajuan. Sementara anak sang guru, prestasi dan pengetahuannya mengungguli anak raja. Sang raja menyalahkan guru dan menuduhnya telah berbuat tidak adil dalam mengajar. Sang guru menjawab, "Yang mulia, saya telah mengajar dalam semua hal dengan adil, tetapi setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Meskipun emas dan perak berasal dari saripati batuan, tetapi tidak semua batu mengandung emas dan perak."
Prosa dengan analogi dalam Gulistan ini sarat dengan ilmu pendidikan yang disampaikan dengan penuturan penuh makna.
Di samping dua karyanya itu, ada pula karya Sa'di lainnya yang penting tentang pendidikan, Risalat. Inilah karya esainya tentang pendidikan yang memiliki kedalaman esensi. Namun Risalat dianggap karya yang sedikit terpengaruh Fihi Ma Fihi Rumi.
Karya yang lain, Ghazal (puisi cinta/lirik, soneta), Qasidas (puisi mono-rima). Sa'di juga menulis syair-syair pujian yang menawan dan syair-syair elegi.
Sa'di disebut sebagai penyair dan sastrawan Persia Abad Pertengahan paling berpengaruh, di samping Rumi dan Hafiz. Namun, hanya Sa'di yang mendapat gelar Master of Speech, karena kepiawaiannya merangkai syair sarat makna.
Penyair dan sastrawan Sufi Indonesia, Abdul Hadi WM, menukil AJ Arberry dalam Classical Persian Literature, London, 1958; pada Pengantar Gulistan, Taman Kearifan dari Timur, Navila, 2002. Sebuah pernyataan kekaguman Ralph Waldo Emerson setelah membaca terjemahan Gulistan dalam edisi Inggris oleh Francis Gladwin, mengatakan:
"Meski sebagai penyair lirik tidak sekuat Hafiz, namun Sa'di memikat dengan cara lain, itu tentang kecendekiawanan, hikmah dan naluri moralnya. Dia memiliki naluri sebagai pengajar yang baik... Ia adalah penyair terkemuka tentang kesetiakawanan, cinta, percaya diri dan ketulusan hati."
Penyair pengelana ini meninggal sekitar tahun 1291-1296 di tanah kelahirannya, Shiraz, dalam usia sekitar 120 tahun. Usia panjang, sebagaimana karya-karyanya dibaca dan dibicarakan di Timur dan Barat, yang jauh lebih panjang dari usia masa hidupnya, entah sampai kapan.
Area makamnya seluas 10.000 m2, dirawat layaknya pahlawan besar, yang dikelilingi oleh bunga-bunga indah bermekaran, kolam berair jernih dengan di sampingnya berjejer rapi pohon cemara, menambah keindahan penghormatan selayaknya padanya.
"Apa artinya seikat bunga untukmu? Ambillah sehelai dari Gulistan, Taman Bungaku. Sekuntum bunga hanya bertahan lima enam hari. Tetapi bunga-bunga dalam Gulistan akan senantiasa berkilauan cahanya."*
*Ady Amar, penikmat dan pemerhati buku, tinggal di Surabaya.
Advertisement