Sadar Hukum Cegah Bully Melalui Program Jaksa Masuk Pesantren
Lembaga Dakwah Islam Indonesia ( LDII ) menyoroti meraknya perundungan terhadap anak didik di beberapa daerah dalam beberapa pekan terakhir ini.
Aksi kekerasan yang dilakukan pihak yang lebih kuat kepada pihak yang lemah, dinilai telah meresahkan masyarakat.
LDII mengambil contoh terbaru adalah kejadian di Cimahi Jawa Barat. Seorang anak perempuan berusia 12 tahun yang baru pulang ngaji menjadi korban penusukan orang tak dikenal. Pelaku ingin menguasai handphone korban tega menghabisi nyawa korbannya.
Untuk mencegah aksi perundungan tersebut, LDII dan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah mengadakan penyuluhan hukum bagi santri, melalui program “Jaksa Masuk Pesantren”.
“Selain memberikan penyuluhan hukum secara umum, juga penekanan pergaulan di ponpes dan sekolah agar tidak melakukan pelanggaran hukum. Dengan demikian, anak-anak akan menaati peraturan, termasuk tidak melakukan perundungan,” ujar Ketua DPW LDII Provinsi Jawa Tengah, Singgih Tri Sulistiyono.
Penyuluhan gelombang pertama diikuti 500-an santri setingkat SMP dan SMA, di Pondok Pesantren (Ponpes) Generus Nusantara Boarding School (GNBS) dibawah naungan DPW LDII Provinsi Jawa Tengah, Senin 24 Oktober 2022. Agenda ini mengusung tema, “Ketaatan Hukum untuk Memperkuat Nasionalisme Generasi Muda Santri di Era Millenial Menuju Indonesia Emas 2045”.
Singgih berharap, melalui materi yang disampaikan Kejati Jawa Tengah akan menumbuhkan semangat dari generasi muda untuk taat hukum. "Pendidikan sadar hukum perlu diajarkan sejak dini, sehingga mereka bisa mengambil sikap dalam berperilaku. Tidak salah langkah melakukan kegiatan melawan hukum,” ujarnya.
Melalui program “Jaksa Masuk Pesantren” ini, para santri, guru, ustaz, dan pamong ponpes akan memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang hukum.
“Mereka diberi pemahaman tentang konsekuensi hukum yang akan diterima, apabila melakukan penyimpangan di lingkungan masyarakat,” kata Singgih.
Sementara itu, Kasi Penerangan Hukum, Kejati Jawa Tengah, Bambang Tejo mengatakan, instansinya sukses melaksanakan program “Jaksa Masuk Sekolah”, dan kini berlanjut pada program “Jaksa Masuk Pesantren”.
"Jadi masyakarat khususnya pelajar harus tahu siapa itu aparat hukum, lembaga hukum dan apa tugas-tugasnya sehingga paham lembaga hukum dan peradilan di Indonesia," ujar Bambang.
Ia menegaskan, santri sebagai warga negara Indonesia harus taat terhadap hukum dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. "Tujuannya agar memahami, bahwa dalam pergaulan, jika ada pelanggaran hukum, maka ada sanksinya,” ujarnya.
Dengan demikian, santri tidak akan melakukan pelanggaran hukum, baik dalam pergaulan di ponpes, sekolah maupun di masyarakat. “Termasuk masalah perundungan atau bullying yang sering terjadi juga harus dihindari,” ucapnya.
Tindakan perundungan itu bagian dari kenakalan remaja, sehingga pihak ponpes ataupun sekolah harus bisa mencegah. "Tindakan perundungan, misalnya mengejek tidak boleh dibiarkan. Sebab bisa menjadi masalah besar. Apabila sampai bertengkar, merupakan pelanggaran hukum juga," tandas Bambang.
Pemateri kedua adalah Jaksa Fungsional Kejati Jateng, Pardiono. Ia menekankan bahwa santri harus paham dengan penegakan hukum, sanksi dan aturan berdasarkan undang-undang. “Jaksa Masuk Pesantren merupakan program Kejaksaan RI yang dicanangkan di seluruh wilayah Indonesia dengan tujuan pengenalan serta pembinaan hukum sejak dini kepada para santri untuk mengenal hukum dengan tag line “Kenali Hukum, Jauhkan Hukuman,” ujarnya.
Senada, Pembina Ponpes GNBS Kendal Khotimul Husein mengatakan, dalam pergaulan remaja, sering terjadi tindakan perundungan. “Oleh karena itu, harus dicegah agar tidak sampai terjadi perundungan yang berat. Untuk mencegah tindakan perundungan, di pondok GNBS ada guru pamong, guru BK dan psikolog,” ujarnya.
Jika terjadi perundungan, maka akan diselesaikan terlebih dulu oleh guru pamong. Apabila tidak bisa diatasi, maka akan diselesaikan oleh guru BK, hingga melibatkan psikolog untuk tindakan perundungan yang sulit diatasi. "Tindakan perundungan memang ada, tapi umumnya terkait kesalahpahaman dan bisa diselesaikan oleh guru pamong," katanya.
Secara terpisah, Ketua Umum DPP LDII Chriswanto Santoso menyampaikan, program ini akan dikembangkan ke daerah lain. "Tidak berhenti di Jawa Tengah, tapi akan diteruskan di daerah lain," tandasnya.