Sabda Bumi, Renungan Gus Mus yang Menyayat Hati
KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) mempunyai kepekaan terhadap persoalan keumatan. Sebagai tokoh Islam, budayawan dan pelindung orang-orang kecil. Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin ini, dikenal sebagai Penyair Balsem, karena renungannya sebagai pengalaman puitik selalu menyentuh, bahkan menyentil kesadaran kita bersama.
"Karena itu disebut puisi balsem", karena menghangatkan tubuh kita yang sedang pongah. Demikian para pengamat puisi-puisi Gus Mus.
Di tengah kegalauan masyarakat, akan bahaya pandemi Virus Corona, Gus Mus teringat akan kasih cintanya pada isterinya, yang kini telah meninggal dunia. Nyai Hj Siti Fatmah binti Kiai Basyuni, almarhumah. Begitu pun imajinasi Gus Mus justru melompat pada eksistensi Ibunda Bumi alias Ibu Pertiwi.
Memang, dalam konsep Tanah Air, masyarakat kita mengenal sebagai Ibu Pertiwi. Tanah tumpah darah yang selalu dicinta dan dirindukan. Toh, pada akhirnya, ketika kita dilahirkan di bumi kita akan kembali ke haribaannya pula.
Pembacaan puisi Gus Mus akan terasa bila kita menautkan dalam konteks kekinian. Konteks keika umat manusia, khususnya penduduk di bumi tengah mengalami ketakutan akan bencana, akan wabah penyakit, akan pandemi Virus Corona.
Gus Mus menulis puisi terbarunya, "Sabda Bumi". Sungguh, bila kita cerna dan nikmati, akan bikin hati kita tersayat. Puisi yang sungguh menyayat hati. Berikut:
SABDA BUMI
Barangkali bumi telah lelah
oleh ulah khalifahnya yang berulah
Seolah-olah meluapkan keluh-kesah:
Istirahatlah, wahai khalifah
Brentilah melelah
nafkah tak berkah
Berkelahi sesama hamba Allah menguras bukan mengurus bumimu yang semakin parah.
Segra mikrajlah seperti pemimpin agungmu yang rendah hati
Naik ke langit untuk merahmati yang di bumi.
Sampaikan langsung kepasrahan dan ketundukanmu kepadaNya --
Attahiyyatul mubãraktus shalawãtut thayyibatu liLlãh.
Assalamu'alaika ayyuhanNabiyyu warahmatullahi wabarakatuh. Assalãmu 'alainã wa'alã 'ibãdiLlãhish-shãlihiin--
Semoga kedamaian melimpah
Kepada kita dan hamba-hambaNya yang patut dan layak.
Rembang, 27.07.1441/22.03.2020