Saatnya Kita Berdamai dengan Gempa
Matahari baru mulai meninggi ketika tiba-tiba bumi bergetar. Warga yang masih malas beranjak, terhentak, dan berlarian keluar rumah, Minggu 29 Juli 2018 pukul 05.47 WIB.
Getaran begitu dasyat dirasakan warga Dusun Pademare, Desa Sambil Elen, Kecamatan Bayan, Lombok Utara. Ketika masyarakat masih panik, gempa susulan terus terjadi. Sepanjang hari tercatat 276 gempa menggetarkan dan merobohkan ribuan rumah warga di NTB.
BMKG mencatat, lindu berkekuatan 6,4 Skala Richter itu berasal dari kedalaman 10 KM. "Sesar Flores Naik, dan dipiccu Deformasi Batuan dengan mekanisme pergerakan naik," kata Kepala Pusat Data dan Humas BNPB pada ngopibareng.id beberapa saat setelah gempa.
Tercatat 17 orang meninggal akibat tertimbun reruntuhan. Di Lombok Timur Jumlah korban mencapai 11 orang meninggal (10 WNI dan 1 WNA). Serta 2.663 Jiwa warga terpaksa menungsi. Begitu juga di Lombok Barat, 4 orang meninggal dan 2.478 jiwa mengungsi.
Tak hanya itu, Gempat juga membuat seorang pendaki Gunung Rinjani meninggal akibat tertimbun longsor. Sebanyak 543 orang pendaki, 189 diantaranya WNA terjebak tidak bisa turun.
BPBD Menyatakan, daerah Lombok dan Sumbawa memang daerah rawan tinggi Gempabumi. Di dasar bumi NTB, terdapat sesar flores yang memanjang dari Laut Arafuru hingga Selatan Lombok.
Di dasar tanah bumi Lombok juga menjadi jalur utama Subduksi atau pertemuan lempeng Hindia Australia dan Eurasia terus bergerak hingga 7 cm/tahun.
Tak hanya di Lombok, Indonesia sejatinya adalah ladang subur gempa. Saat ini ditemukan 295 sesar aktif bersarang di Bumi Indonensia. Di Jawa misalnya tedapat 37 sesar yang terus bergerak. Begitu juga di Sulawesi ada 48 sesar, Papua ada 79 sesar, Nusa Tenggara terdapat 49 sesar.
Kini saatnya kita memang berdamai dengan gempa dengan selalu mengenali gejala dan mewaspadainya. (man)