Saat Pengemplang Utang Bunuh Penagih
Oleh: Djono W. Oesman
Rekonstruksi pembunuhan ini ditonton puluhan ibu-ibu di Kampung Lio, Sukabumi, Jabar, Rabu, 20 Desember 2023. Mereka antre sejak pagi. Di kasus itu duel antar perempuan. Debt collector, Roslindawati Sibero, 35 tahun, lawan penunggak utang, Putri Sumiati, 28 tahun. Akhirnya Roslinda tewas.
—----------
SAYANGNYA, karena massa terlalu banyak, sedangkan rumah TKP pembunuhan kecil, maka polisi memasang police line kuning pada radius sekitar 20 meter dari rumah tersebut.
Tapi itu tidak membuat ibu-ibu itu pulang. Mereka bergerombol sebatas police line. Bergerombol melebar-memanjang. Sebagian mereka berpayung akibat terik matahari. Sebagian membawa anak-anak yang balita. Riuh mereka menggunjing pembunuhan itu.
Padahal, dari pembatas itu adegan rekonstruksi di dalam rumah tidak kelihatan. Apalagi banyak polisi di sekitar rumah. Menghalangi pandangan penonton ke arah dalam rumah. Toh, penonton tetap di situ. Mereka sudah antre sejak pukul 08.00 WIB. Rekonstruksi dimulai pukul 10.30 WIB.
Tersangka Putri tiba di lokasi, tangan diborgol. Dia disapa ibu-ibu, yang tetangga. Putri tersenyum membalas sapaan mereka. Ada penonton nyeletuk, agar Putri tabah. Ada juga warga memotret, juga selfie dengan Putri. Aneh. Tersangka pembunuh disemangati.
Rekonstruksi dipimpin Kasat Reskrim Polres Sukabumi, AKP Bagus Panuntun. Sosok korban diperankan Polwan. Dijelaskan Bagus, konstruksi perkara begini:
Putri utang di koperasi simpan pinjam wilayah itu Rp 3,5 juta. Sudah jatuh tempo dia belum bayar. Tiap ditagih dia mengatakan, belum punya uang. Koperasi itu punya beberapa tukang tagih. Terhadap debitur Putri Sumiati, debt collector Roslinda.
Senin, 13 November 2023 pagi, Roslindawati berangkat dari rumah menuju tempat kerja, koperasi simpan pinjam. Sejak itu dia tidak pulang lagi.
Roslinda ditugaskan pihak koperasi menagih utang ke Putri. Dia mendatangi rumah Putri, siang itu. Ketemu Putri di ruang tamu. Seperti biasa, Putri mengatakan, belum bisa membayar utang. Roslinda marah. Terjadi cekcok. Sengit. Roslinda melaksanakan pekerjaan, Putri mengaku, tak punya uang untuk bayar utang.
Roslinda menendang kena perut Putri, sampai terhuyung. Lalu Putri maju, menampar Roslinda, tapi langsung ditangkis sehingga meleset. Putri mundur. Ternyata dia ambil ancang-ancang. Kemudian maju cepat menerjang. Menumbuk tubuh Roslinda, terjengkang berdua.
Roslinda tergeletak di lantai, Putri menunggangi di atas. Putri mencekik keras. Roslinda berontak sekuat tenaga. Entah bagaimana, di situ ada sabuk (ikat pinggang) kulit hitam. Dengan itu Putri menjerat leher Roslinda. Dililitkan, ditarik kuat. Akhirnya Roslinda lemas. Tapi masih bergerak.
Putri menghentikan cekikan. Dia masuk ke dalam rumah. Ternyata dia keluar lagi membawa alu besi. Dikeprukkan ke kepala Roslinda berkali-kali. Darah memancar ke mana-mana. Kini Roslinda tak bergerak lagi.
Lantas, diseretlah tubuh Roslinda masuk kamar, disembunyikan ke kolong tempat tidur. Anak laki Putri yang sekolah SMP, pulang sekolah, tak tahu ada itu. Malam itu Putri tidur di ranjang yang di bawahnya ada tubuh Roslinda.
Selasa, 14 November 2023 dini hari, Putri mengemas tubuh Roslinda dengan kasur busa tipis. Diikat kuat. Sebelum anak laki berangkat sekolah, diperintahkan ibunda membuang ‘kasur bekas’ itu. Disuruh menyewa angkot.
Akhirnya dapat sewaan mobil pickup, ‘kasur’ diangkat anak laki bersama teman-teman naik ke pickup. Dibuang ke Kali Cipelang.
Mestinya, anak-anak itu merasa 'kasur' tersebut terlalu berat untuk ukuran sebuah kasur. Tapi soal ini tak dibahas. Anak laki itu cuma mematuhi perintah ibu. Titik.
Rabu, 15 November 2023 keluarga Roslinda lapor polisi, Roslinda tidak pulang. Polisi mengusut ke tempat kerja Roslinda, lalu ke rumah Putri. Tapi, Putri mengaku, Roslinda memang datang ke rumah Putri, setelah itu pulang lagi.
Sabtu, 18 November 2023 siang. Warga menemukan bungkusan kasur yang terbuka di Kali Cipelang. Menyembul jasad perempuan yang membusuk. Itulah Roslinda. Jarak antara titik penemuan dengan pembuangan sekitar enam kilometer.
Tim polisi menyelidiki lebih keras lagi. Mengusut Putri lebih rinci. Kemudian polisi menemukan bukti-bukti hukum yang membuat Putri tersangka pembunuhan. Atas bukti-bukti itu Putri tak mengelak lagi. Dia mengaku terpaksa melawan Roslinda, karena ditendang duluan.
Putri dijerat Pasal 338 KUHP pembunuhan. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Biasanya kena sekitar 10 tahun penjara.
Warga Kampung Lio penonton rekonstruksi berada di jalan sekitar rumah TKP pembunuhan. Sampai rekonstruksi selesai pukul 11.03 WIB. Lalu rekonstruksi dilanjut pembuangan jenazah korban ke Kali Cipelang.
Ditanya wartawan, mengapa ibu-ibu sabar menonton jarak jauh sambil kepanasan? Erni, 40, menjawab: “Penasaran. "Pengen lihat saja, Kita tetangga beda RW. Saya sering lihat ibu itu (tersangka). Kalau saya antar anak sekolah, selalu lewat sini."
Erni mendengar kabar pembunuhan itu. Dia juga tahu penyebabnya tersangka nunggak utang bank keliling. Warga setempat menyebut koperasi sebagai bank keliling. Sebab, karyawan koperasi itu keliling kampung, menawarkan utang tiap hari. Banyak warga situ berutang, ada juga yang menunggak.
Ibu lain bernama Emul, 40, antre menonton sejak pagi sampai rekonstruksi bubar. Dia mengatakan: “Saya kenal, dia (tersangka) orangnya baik. Kalau ketemu kami saling menyapa. Orangnya ramah. Gak nyangka, utang cuma tiga juta bisa sampai begitu.”
Ibu-ibu itu sepertinya sering didatangi pegawai bank keliling. Ditawari utang. Berbunga tinggi. Mungkin di antara mereka ada juga yang berutang. Sebab, pegawai bank keliling ini agresif keliling. Mungkin juga di antara warga ada juga penunggak.
Sehingga warga menyapa tersangka Putri yang diborgol, dengan ramah. Ada rasa keberpihakan di situ. Warga berpihak ke Putri. Karena sesama pengutang bank keliling. Senasib-sepenanggungan. Ada kedekatan emosional.
Dari besaran utang Putri, bisa diduga, uang utangan itu untuk biaya hidup sehari-hari, yang kian mahal. Di lingkungan warga miskin ini, hidup terasa sulit. Suhu tinggi. Tindak kekerasan gampang meletus. Mereka siap duel.
Sebaliknya, Roslindawati juga bukan orang berada. Pekerjaan tukang tagih, apalagi perempuan, pastinya dilakukan orang kepepet yang siap tarung lawan setiap penunggak. Demi kerja. Mencari nafkah.
Orang miskin berhadapan orang miskin, pada posisi berlawanan. Bagai tulang beradu belulang. Tek-tek.
(*) Penulis adalah wartawan senior
Advertisement