Saat Kiai Kampung Bangga "Eternit"
“Itu lho Gus, yang dipakai cari informasi di komputer itu, kan ‘eternit’,” ucap kiai.
Perubahan zaman kadang harus segera mendapat respon cepat, terkadang juga harus tetap disikapi dengan bijak dan tenang. Di dalam lingkungan masyarakat pesantren, KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (almaghfurlah) sebagai sosok yang pemikirannya melampui zamannya.
Gus Dur menilai, kadang orang NU mengingingkan perubahan yang cepat di tubuh organisasi sehingga kadang menimbulkan orang lain bingung.
Gus Dur mengisahkan, pernah didatangi seorang kiai kampung dari Pulau Madura. Konon kiai tersebut merupakan Rais Syuriyah MWCNU yang ingin menginformasikan kemajuan NU di kecamatannya.
“Alhamdulillah Gus, sekarang MWCNU di tempat saya sudah punya kantor sendiri,” kata sang tamu.
“Wah, Alhamdulillah, Yai,” ucap Gus Dur ikut gembira.
“Tapi ini masih ada masalah, Gus,” kata Pak Kiai dengan logat Madura Pedalungan yang kental.
“Lho, masih ada masalah apa lagi, Yai?” tanya Gus Dur.
“Ya itu soal pembayaran ‘eternit’-nya. Mahal Gus. Kalau kantor Cuma nyewa sejuta setahun, lha ini ‘eternit’-nya sampai seratus ribu sebulan,” jelas Pak Kiai.
“Kok bisa Kiai? Eternit kan termasuk rumah, masak pakai mbayar sendiri,” kata Gus Dur bingung. (Eternit, bahan bangunan yang terbuat dari campuran asbes halus dan semen)
“Itu lho Gus, yang dipakai cari informasi di komputer itu, kan ‘eternit’ yang sewanya mahal,” ucap kiai. (adi)