Saat Hendak Ditipu Setan, Kisah Syaikh Abdul Qadir al-Jailani
Wali Allah haruslah meyakini kebenaran faham ahlussunnah. Karena jika tidak, mustahil ia mampu mengetahui kebenaran sejati tentang Allah. Seperti kisah syeikh Abdul Qadir al-Jailani di bawah ini. Beliau adalah seorang pembesar dari golongan kekasih-kekasih Allah.
Dikisahkan, suatu ketika Syaikh Abdul Qadir al-Jailani didatangi setan yang menyamar sebagai cahaya putih terang-benderang. Setan berkata, “Wahai hambaku, aku telah membebaskanmu dari kewajiban shalat.”
Maka, Syaikh Abdul Qodir al-Jailani seketika menjawab, “Menyingkirlah wahai setan.” Sang setan terkejut seraya berkata, “ Wahai Syaikh Abdul Qodir al-Jailani! Bagaimana engkau mengetahui tipu dayaku? Padahal aku telah berhasil menipu 70 ahli ibadah dengan wujud seperti ini.”
“Aku mengetahui tipu dayamu dengan empat perkara,” kata beliau.
“Pertama, Allah tidak membutuhkan tempat, sedangkan engkau datang menempati ruangan ini.
“Kedua, Allah tidak dapat digambarkan wujudnya dalam bentuk ataupun warna, sedangkan engkau berwujud cahaya berwarna putih.
“Ketiga, kalam Allah tidak terbentuk dari lafaz dan suara, sedangkan engkau berucap dalam bentuk lafaz dan suara.
“Keempat, Allah tidak membatalkan kewajiban beribadah seorang hamba selama di dunia. Meskipun ia dalam keadaap sakit keras. Sebagaimana Rasulullah SAW di akhir hayatnya tetap melaksanakan shalat sedangkan engkau berucap membatalkan kewajiban shalat kepadaku.”
Harus Meyakini Faham Ahlussunnah
Syarat diterimanya amal shalih di hadapan Allah adalah dengan iman yang benar. Allah berfirman dalam Al-Qur’an
مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl: 97)
Bukti Mengapa Harus Ahlussunnah
Oleh karena itu, para wali Allah pasti berfaham akidah Ahlussunnah wal jamaah. Tidak ada seorang wali Allah kecuali mereka mengikuti manhaj imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi. Seseorang yang beribadah siang malam tetapi berakidah menyimpang tak akan pernah diangkat menjadi wali Allah. Justru banyak dari mereka yang mendapatkan murka Allah. Sebagaimana sabda baginda Nabi saw.:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ، قَالَ: بَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْسِمُ ذَاتَ يَوْمٍ قِسْمًا، فَقَالَ ذُو الخُوَيْصِرَةِ، رَجُلٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ: يَا رَسُولَ اللَّهِاعْدِلْ، قَالَ: «وَيْلَكَ، مَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ» فَقَالَ عُمَرُ: ائْذَنْ لِي فَلْأَضْرِبْ عُنُقَهُ، قَالَ: «لاَ، إِنَّ لَهُ أَصْحَابًا، يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلاَتَهُ مَعَ صَلاَتِهِمْ،وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمُرُوقِ السَّهْمِ مِنَ الرَّمِيَّةِ
“Dari Abu Sa’id Al Khudriy radliallahu ‘anhu, dia berkata; “Ketika kami sedang bersama Rasulullah ﷺyang sedang membagi-bagikan pembagian (harta rampasan), datanglah Dzul Khuwaishirah, seorang laki-laki dari Bani Tamim, lalu berkata; “Wahai Rasulullah, engkau harus berlaku adil”. Maka beliau berkata: “Celaka kamu!. Siapa yang bisa berbuat adil kalau aku saja tidak bisa berbuat adil. Sungguh kamu telah mengalami keburukan dan kerugian jika aku tidak berbuat adil”. Kemudian ‘Umar berkata; “Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk memenggal batang lehernya!. Beliau berkata: “Biarkanlah dia. Karena dia nanti akan memiliki teman-teman yang salah seorang dari kalian memandang remeh shalatnya dibanding shalat mereka, puasanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al Qur’an namun tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti melesatnya anak panah dari busurnya.” (HR. Bukhari)
Wallahu a’lam.
Sumber: aswajamuda.com/mtholhah