Saat Caci Maki Menghunjam Hati, Betapa Lucu Dunia
Jagat perhatian yang dikusasai media sosial, tak lepas dari caci maki dan hujatan. Yang tak setuju dengan pandangan seseorang atau aliran politiknya, tentu akan menerima hujatan dan caci maki.
Perbedaan pandangan dalam beragama pun tak lepas dari hal demikian. Tapi, bagi mereka yang tetap menjaga kebersihan hati (tadzkiyatun nafs), hal itu justru menjadi pemicu untuk tetap bertindak dan berlaku baik kepada siapa pun, termasuk kepada para penghujat dan mereka yang mencaci maki itu.
Amrin Pembolos, Tokoh Humor Kita, suatu ketika ditanya kalangan media massa soal caci maki dan hujatan. Kali ini, Amrin tak lagi bicara cengengesan dan humor. Tapi, lebih serius lho...!
Jurnalis: "Pak Amrin, pernah dicaci-maki orang?"
Amrin: "Sering, bahkan hampir tiap hari....!"
Jurnalis: "Pernahkah dimusuhi seseorang..?"
Amrin: "Setiap saat....!"
Jurnalis: "Apa pernah dibenci seseorang..?"
Amrin: "Sering....!"
Jurnalis: "Pak Amrin juga pernah dihujat seseorang..?"
Amrin: "Hampir tiap jam, bahkan tiap menit....!"
Jurnalis: "Apakah semua itu dilakukan secara terang-terangan..?"
Amrin: "Ada yang dilakukan secara terang-terangan. Ada juga yang hanya dilakukan secara diam-diam dari belakang..."
Jurnalis: "Lantas apa yang Pak Amrin perbuat terhadap orang-orang itu..?"
Amrin: "Mas Jurnalis, dan semuanya saja dengarkan yaa..!
Aku tidak balik mencaci-maki mereka.
Aku pun tidak merasa harus memusuhinya. Tidak pula akan membencinya dan aku juga tidak berpikir akan membalas hujatannya..."
Jurnalis (penasaran): "Kenapa bisa demikian, Pak Amrin..?"
Amrin (sambil membetulkan duduknya): "Itu karena pikiran serta hatiku tidak terfokus pada...
Siapa yang mencaci-maki,
Siapa yang memusuhi,
Siapa yang membenci dan
Siapa yang menghujat.
Pikiran dan hatiku hanya terfokus pada...
Siapa yang menggerakkan lidah mereka, sehingga mencaci-maki aku...
Siapa yang menggerakkan jiwa mereka, sehingga memusuhi aku...
Siapa yang menggerakkan hatinya, sehingga membenci aku dan ...
Siapa yang menggerakkan pikirannya, sehingga membuat mulutnya mampu menghujat aku."
Jurnalis: "Dia itu siapa, Pak Amrin?"
Amrin: "Dia-lah Gusti Allah yang Maha Pencipta.
Dia-lah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu yang sudah, yang belum, yang sedang dan yang akan terjadi.
Ya... hanya Dia-lah satu-satunya yang memberi kemampuan dan kekuatan pada orang-orang itu, sehingga...
Lidahnya bisa mencaci-maki,
Jiwanya bisa memusuhi,
Pikirannya bisa membenci dan...
Bibirnya bisa menghujat aku.
Tanpa-Nya tentu mustahil bisa terjadi.
Sehingga aku beranggapan, sebenarnya cacian, kebencian, permusuhan dan hujatan itu sengaja dihadirkan Gusti Allah agar...
Jiwaku menjadi Kuat melewati rintangan..
Hatiku menjadi Sabar tatkala menghadapi ujian.
Jadi salah besar jika aku menyalahkan orang-orang itu. Apalagi membalasnya.
Bagiku itu tidak perlu, bahkan aku berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi pada hidupku ini tidak mungkin terjadi secara tiba-tiba.
Semua sudah diatur sedemikian rupa oleh-Nya untuk kebaikanku.
Maka apapun kenyataan yang aku terima kemarin, hari ini atau suatu hari nanti tidak ada yang sia-sia.
Bahkan di balik semua itu, pasti ada hikmah terbaik yang bisa merubah kehidupanku agar menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Karena aku tahu, Sesungguhnya Gusti Allah itu Maha Baik.
Mas Jurnalis, semuanya saja ...
Jangan terpengaruh kalau dihina.
Jangan hati melambung kalau dipuji.
Tidak penting dianggap baik.
Yang penting terus belajarlah menjadi orang yang baik dan bertanggung jawab."
Hari ini, kita warga masyarakat se-Indonesia Raya mendapatkan ilmu berharga tentang bagaimana memaknai caci maki, benci, dan hujatan.
Semoga kita bisa mempraktikkannya, walaupun sangat sulit."
Jurnalis pun terdiam. Amrin pun terdiam sendiri, setelah bertemu mereka. Tetap tersenyum dan bahagia dalam hatinya. "Saat caci maki dan makian menghunjam hati, betapa lucu dunia".
Hikmah:
Pesan Indah dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam(SAW):
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (HR Ahmad dan Al-Hakim).
Dan Akhlaq Mulia (Sifat Mulia) Para Nabi dan Rasul serta para sahabat ialah keras terhadap kemusyrikan serta lembut ke sesama Mukmin. (Lihat QS al Fath 29)