Saat Beras Mahal, Musim Panen Raya di Banyuwangi Mundur
Harga beras terus meningkat. Pada saat yang sama, panen raya di Banyuwangi dipastikan akan mundur dari perkiraan. Mundurnya panen raya ini merupakan dampak dari fenomena el nino yang memicu hujan baru turun pada Januari. Sehingga musim tanam juga mundur dari biasanya.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Banyuwangi, Ilham Juanda, menyatakan, fenomena elnino menyebabkan hujan baru mengguyur wilayah Banyuwangi pada Januari 2024. Sehingga musim tanam baru dimulai pada bulan Januari.
“Luas tanam padi di Januari seluas 17.175 hektar,” jelasnya, Kamis, 22 Februari 2024.
Ilham Juanda menyebut padi yang ditanam pada bulan Januari inilah yang akan panen raya. Sehingga musim panen yang biasanya terjadi antara bulan Maret-April mundur satu sampai dua bulan.
“Karena dampak elnino maka perkiraan musim panen mundur. Yang biasanya musim panen Maret-April, maka sekarang mundur Mei-Juni,” terangnya.
Ilham Juanda menyebut, meski panen raya diperkirakan baru terjadi pada bulan Mei-Juni, namun pada bulan Maret sudah ada petani yang mulai panen. Sehingga kebutuhan beras masyarakat masih bisa terpenuhi. Selain itu, pemerintah melalui bulog juga sudah mendatangkan beras impor untuk kebutuhan masyarakat.
“Untuk kebutuhan beras, dicukupi oleh Bulog,” ujarnya.
Ilham Juanda menyebut, biasanya panen dari petani diserap oleh penggilingan padi atau Bulog. Beras yang diserap Bulog, lanjut dia, menjadi beras cadangan pemerintah. Oleh karena itu, kecukupan beras untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat itu dihitung dari ketersediaan beras yang ada di gudang Bulog.
Luas lahan yang ditanam padi di Banyuwangi per tahun seluas 110.000 hektar. Dari luasan ini menghasilkan sekitar 750-800 ribu ton gabah atau setara dengan 500 ribu ton beras. Jumlah ini lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan Banyuwangi. Dengan asumsi jumlah penduduk 1,6 -1,7 jiwa, dalam setahun kebutuhan beras Banyuwangi sekitar 300 ribu ton.
“Sebetulnya dari hasil panen kita masih surplus sekitar 200 ribu ton beras,” terang Ilham Juanda.
Ia menjelaskan, sebenarnya, fenomena el nino itu tidak menyebabkan panen rusak atau gagal panen. Namun karena el nino memicu anomaly musim hujan, membuat luas lahan yang bisa ditanam padi menjadi berkurang akibat tidak adanya air.
“Terjadi penurunan luas tanam sehingga panennya juga berkurang,” ungkapnya.
Menyikapi kondisi ini, Dinas Pertanian melakukan pengoptimalan penggunaan benih. Tidak hanya itu, pihaknya juga melakukan pendampingan teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan umur panen. Sehingga produktivitas tanaman padi bisa meningkat dan umur panennya lebih cepat.
“Jadi yang biasanya 90-100 hari, ini 80 hari bisa panen,” ujar Ilham Juanda.
Advertisement