Serikat Buruh Tolak Omnibus Law
Beberapa organisasi buruh meminta DPR RI, jangan buru-buru mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) Omnibus Law.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan, draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah diserahkan pemerintah ke DPR dianggap merugikan buruh. Ada beberapa pasal yang menghilangkan hak buruh.
"Penghapusan hak buruh tersebut bertentangan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang perburuhan," kata Iqbal kepada Ngopibareng.id Rabu 19 Februari 2020.
Merujuk pada draf tersebut kalangan buruh berpendapat RUU Omnibus Law hanya berpihak pada kepentingan pengusaha semata.
Presiden KSPI menyebut setidaknya ada lima pasal yang cukup krusial bagi pekerja. Pertama, upah minimum akan menggunakan standar provinsi (UMP), padahal sebelumnya bisa diatur dengan standar kabupaten/kota (UMK).
Kedua, lanjut Said Iqbal, Omnibus law memberikan bonus atau penghargaan lainnya bagi pekerja sesuai dengan masa kerjanya. Bonus tertinggi senilai lima kali upah bagi pekerja yang telah bekerja selama 12 tahun atau lebih.
Ketiga, pemerintah berencana memperpanjang waktu kerja lembur menjadi maksimal 4 jam per hari dan 18 jam per minggu. Dalam UU Ketenagakerjaan, waktu kerja ini paling banyak hanya 3 jam per hari dan 14 jam per minggu.
Keempat, pembayaran upah bagi pekerja yang berhalangan tak lagi disebutkan dalam omnibus law.
"Aturan sebelumnya tetap membayar upah pekerja yang sakit sebesar 25-100 persen (tergantung lama sakit) dan yang tidak masuk kerja selama 1-3 hari karena menikah, melahirkan, atau ada anggota keluarga yang meninggal," beber Said Iqbal.
Kelima, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pekerja berhak memperoleh uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Namun, uang penggantian hak dihilangkan dalam omnibus law.
"Saya minta DPR jang menjadi lembaga setempel yang selalu mengikuti kemauan pemerintah, tanpa memikirkan nasib buruh yang terdampat oleh UU Onibus Law kalau disahkan dengan buru buru," tegas Said Iqbal.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agta secara terpisah mengatakan, masyarakat harus melihat semangat pemerintah dalam mengajukan Omnibus Law tersebut. Yakni untuk mempermudah masuknya investasi serta memperluas penyerapan tenaga kerja.
"Di Indonesia sekarang terdapat sekitar 8 juta tenaga yang belum terserap. Kalau investasi yang masuk lebih banyak, 8 juta tenaga kerja itu akan terderap. Ini yang melatar belakangi RUU Omnibus Law tersebut," kata Supratman.
Karena RUU Omnibus Law masih berupa draf, pasti akan dipelajari dulu. Kalau faktanya draf RUU Imnibus Law tidak mengadopsi kepentingan buruh, DPR akan meminta pemerintah memperbaiknya.
"Buruh pasti kami libatkan saat pembahasan RUU Omnibus di DPR sebelum disahkan menjadi undang undang" kata Politisi Gerindra.