Rutan Bangil Gelar Diskusi Bedah RUU Pemasyarakatan
Pro-kontra terkait isi RUU (Rancangan Undang-Undang) Pemasyarakatan, khususnya yang berkaitan dengan hak warga binaan selama menjalani masa tahanan, menjadi topik menarik diperbincangkan dalam Forum Group Discussion (FGD), di Aula Rutan (Rumah Tahanan) Kelas II B Bangil, Kamis, 26 September 2019.
FGD dibuka secara langsung oleh Kepala Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM Jawa Timur, Dr Susi Susilawati. Selain itu, FGD tersebut juga menghadirkan beberapa nara sumber, diantaranya Kepala Rutan Bangil, Wahyu Indarto; Plt Kepala Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) Pasuruan sekaligus Kepala Rubpasan (Rumah Penyimpanan Barang Hasil Sitaan) Pasuruan, Zoni Andra; Rektor Universitas Merdeka Pasuruan, Roni Winarno; serta wakil dari STIE Yadika.
Menurut Wahyu, RUU Pemasyarakatan memang masih menjadi polemic dari berbagai elemen masyarakat. Hanya saja, Wahyu menegaskan bahwa isi dari RUU Pemasyarakatan belum banyak dipahami oleh masyarakat secara mendalam. Sehingga yang terjadi adalah miss communication (salah persepsi) terhadap maksud dan tujuan dari RUU Pemasyarakatan.
"Maka dari itu, FGD ini adalah bagian dari sosialisasi yang ingin kami sampaikan kepada masyarakat. Semuanya harus tahu bahwa Pemerintah punya tujuan baik," katanya.
Saat disinggung terkait beberapa pasal di RUU Pemasyarakatan, utamanya tentang remisi bagi koruptor, cuti bersyarat (CB) maupun Pembebasan Bersyarat (PB). Wahyu menegaskan bahwa remisi bagi koruptor sebenarnya sudah ada sejak dulu.
Hanya saja, sejak keluarnya PP 99/2012 yang mengatur tentang prasyarat pemberian remisi bagi narapidana kasus kejahatan berat, agak diperketat. seperti napi tindak pidana terorisme, narkotika, korupsi dan kejahatan keamanan negara, kejahatan HAM berat, serta kejahatan transaksional dan terorganisasi.
"Syaratnya dendanya harus dibayar, kerugian negara harus dikembalikan kepada negara dan Justice Collaborator. Pasal 43A PP 9/2012 itu mengharuskan, napi bakal mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat, ketika bersedia menjadi justice collaborator, menjalani hukum dua pertiga masa pidana, menjalani asimilasi 1/2 dari masa pidana yang dijalani dan menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan," katanya.
Oleh karenanya, dengan digelarnya FGD, Wahyu berharap ada persamaan persepsi serta pemahaman dari masyarakat akan isi dari RUU Pemasyarakatan.
"Contohnya, ada yang sempat minta untuk bahasa rekrational bagi warga binaan, padahal kata-kata tersebut sangat jelas, bahwa kegiatan tersebut adalah hiburan seperti bola volley, karaokean atau pingpong, tapi tetap berada di dalam area Lapas/Rutan. Masyarakat kami harapkan bisa mencerna dan memahami lebih jeli isi dari RUU Pemasyarakatan," katanya. (sumber: www.pasuruankab.go.id)
Advertisement