Rusuh Papua, Khofifah Minta Maaf
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meminta maaf kepada masyarakat Papua. Hal tersebut disampaikannya, saat bersama Kapolri Jendral Tito Karnavian usai menjenguk korban penyerangan Polsek Wonokromo, Aiptu Agus Sumartono, Senin 19 Agustus 2019.
Permintaan maaf ini berkaitan dengan ucapan warga yang diduga kurang pantas saat kejadian di Asrama Mahasiswa Papua (AMP) Jalan Kalasan, Surabaya, pada 17 Agustus lalu.
"Saya mewakili masyarakat Jatim meminta maaf kalau memang ada yang menyinggung masyarakat Papua atas kejadian beberapa waktu lalu di Malang dan Surabaya," kata Kofifah.
Khofifah mengatakan ucapan warga yang diduga tak pantas itu dilakukan secara personal, bukan tidak mewaklili seluruh masyarakat Jawa Timur. Dia juga menyebut kalimat itu memang tidak sepantasnya terucap.
"Saya ingin menyampaikan bahwa itu sifatnya personal itu tidak mewakili masyarakat Jatim," tambah Kofifah.
Tak hanya itu, Khofifah juga menjamin keamanan para mahasiswa yang menjalani studi di Jawa Timur. Karena sebagai masyarakat harus saling mendukung, apalagi dalam hal kebaikan, menempuh pendidikan.
"Saya juga ingin menyampaikan seluruh mahasiswa Papua yang sedang studi di Jatim mereka akan terjaga keamanananya mereka akan terlindungi. Jadi saya berharap mereka bisa melanjutkan studinya dengan baik," ucap dia.
Sebelumnya, dalam penggrebekan Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya, seorang mahasiswa yang berada di dalam asrama memberikan kesaksian. Dia mengatakan ada kata-kata rasis dilontarkan oleh berbagai anggota ormas saat sedang mengepung asrama Papua di Surabaya. Seperti dilansir Suara Papua, salah satu mahasiswi Papua, Dolly Iyowau, yang berada di asrama itu mengungkapkan hal tersebut.
“Dorang bikin yel-yel di depan asrama dengan kata-kata ‘pulang ke Papua,’ lalu mereka juga bilang kami ‘monyet’, bahkan diteriaki kotoran manusia dan masih banyak kata-kata makian, cacian, dan rasis yang dilontarkan pada kami,” ungkap Iyouwau.
Sedangkan kerusuhan yang terjadi di Malang, bermula saat aktivis Aliansi Mahasiswa Papua dan Front Rakyat Indonesia for West Papua di Malang pada Kamis 15 Agustus lalu berunjuk. Mereka menggelar unjuk rasa damai untuk menolak Perjanjian New York yang ditandatangani Indonesia, Belanda, dan Amerika Serikat pada 15 Agustus 1962.
Kericuhan terjadi karena sekelompok warga setempat mengejek para pengunjuk rasa dengan nama panggilan binatang, dan melempari para pengunjuk rasa dengan batu dan air cabai. Para mahasiswa Papua membalas lemparan itu. Sedikitnya 23 orang mahasiswa Papua terluka dalam kericuhan tersebut.
Advertisement