Rusia-Ukraina Saling Usir Diplomat, Akibat Konflik Perbatasan
Pemerintah Rusia dan Ukraina saling usir diplomat sebagai dampak dari konflik kedua negara yang semakin tegang di kawasan perbatasan. Rusia memutuskan mengusir seorang diplomat Konsulat Ukraina di kota Saint Petersburg karena tertangkap basah hendak mencuri rahasia negara.
Rusia selama ini menangkap sejumlah warga Ukraina yang diduga menjadi mata-mata. Namun, mereka jarang membekuk diplomat. Demikian dilansir AFP, Minggu 18 April 2021.
"Seorang diplomat Ukraina, konsul di Konsulat Jenderal di Saint Petersburg, Alexander Sosonyuk, ditangkap oleh agen Badan Intelijen (FSB)," demikian isi pernyataan pemerintah Rusia.
Menurut laporan, FSB menangkap Sosonyuk pada Jumat lalu. Kementerian Luar Negeri Rusia lantas memanggil Kuasa Usaha Ukraina, Vasy Pokotylo, dan menyatakan Sosonyuk diberi waktu selama 72 jam hingga 19 April untuk meninggalkan negara itu.
"Kegiatan seperti itu tidak sesuai dengan status diplomatik dan membahayakan Federasi Rusia. Sesuai dengan hukum internasional, kami akan mengambil tindakan terhadap diplomat itu," demikian isi pernyataan FSB.
Menanggapi kejadian itu, pemerintah Ukraina menuduh Rusia melanggar aturan konvensi soal hubungan diplomatik dan meningkatkan tensi perselisihan.
"Menanggapi kejadian dan provokasi itu, kami meminta diplomat senior Rusia di kedutaan besar mereka di Kiev untuk meninggalkan Ukraina dalam 72 jam mulai 19 April," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina, Oleg Nikolenko.
Hubungan kedua negara semakin memanas setelah mengerahkan pasukan ke perbatasan sebelah timur Ukraina yang diduduki pemberontak separatis.
Kondisi itu bisa membuat peperangan antara kedua negara pada 2014 silam kembali terulang.
Peperangan di kawasan timur Ukraina pecah pada 2014 setelah Presiden Ukraina saat itu, Viktor Yanukovych, yang dekat dengan Rusia tumbang akibat gelombang demo. Dalam peperangan itu dilaporkan menelan korban jiwa lebih dari 13 ribu orang, dan Ukraina juga kehilangan Krimea yang kini diduduki oleh Rusia.
Ukraina lantas meminta bantuan kepada blok Barat melalui Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) supaya membantu mereka dari ancaman peperangan dengan Rusia. Amerika Serikat sebagai salah satu sekutu Ukraina menyatakan akan tetap mendukung negara itu menghadapi Rusia.
Menlu Ukraina: RusiaAncam Kami Menuju Kehancuran
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba, menuduh Rusia secara mencolok mengancam negara itu menuju kehancuran. Ancaman tersebut dilontarkan karena kekhawatiran peningkatan atas kemungkinan eskalasi permusuhan di timur Ukraina yang dilanda konflik.
Kuleba pun mengutuk situasi keamanan yang memburuk akibat tindakan Kremlin. Dia menuduh para pakar dan pejabat Rusia secara terbuka mengancam Ukraina dengan perang dan penghancuran pemerintahan negara itu.
"Tindakan dan pernyataan Moskow ditujukan untuk meningkatkan ketegangan militer dan merusak upaya diplomatik untuk menyelesaikan konflik Rusia-Ukraina," kata Kuleba dikutip dari Aljazeera.
Kuleba juga memperingatkan Moskow agar tidak memulai serangan apa pun ke Ukraina dengan menyatakan intensifikasi eskalasi di wilayah Donbas. Dia menegaskan, Donetsk dan Lugansk merupakan bagian Ukraina dan akan muncul konsekuensi yang sangat menyakitkan bagi Rusia.
"Garis merah Ukraina adalah perbatasan negara bagian. Jika Rusia melewati garis merah, ia harus menderita. Dunia berada di pihak Ukraina dan hukum internasional," kata Kuleba.
Pertempuran semakin intensif dalam beberapa pekan terakhir di wilayah Donetsk dan Lugansk. Wilayah ini menjadi tempat pasukan pemerintah Kiev memerangi milisi yang didukung Moskow sejak April 2014 setelah pemberontak merebut sebagian wilayah itu.
Sementara itu, Rusia telah mengumpulkan puluhan ribu tentara serta tank dan artileri di dekat perbatasan bersama di wilayah tersebut. Moskow juga telah memobilisasi pasukan di wilayah Laut Hitam Krimea yang dicaplok, yang direbutnya dari Ukraina pada Maret 2014.
Peringatan Kuleba datang ketika para menteri luar negeri Lithuania, Latvia, dan Estonia tiba di Ukraina pada Kamis 15 April 2021 pagi untuk menunjukkan solidaritas dalam menghadapi peningkatan militer Rusia. Menteri Luar Negeri Lithuania Gabrielius Landsbergis mengatakan bahwa Ukraina tidak akan pernah sendirian. "Kami mendukung Anda, kami berdiri dalam solidaritas," ujar Landsbergis.
Rusia sebelumnya mengatakan pergerakan pasukannya tidak menimbulkan ancaman dan hanya bersifat defensif. Kremlin juga menyatakan unit militer akan tetap di posisinya selama Kremlin mau.
Advertisement