Rupiah Terus Melemah, Ini Jawaban Sri Mulyani
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan pelemahan nilai tukar rupiah lebih disebabkan dorongan kondisi global. Jawaban ini disampaikan Sri Mulyani ketika dicecar anggota DPR soal jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar yang mendekati level krisis moneter 1998.
"Mohon maaf, bila dikatakan alasannya faktor eksternal, faktanya memang begitu. Karena itu, APBN 2019 kami desain untuk mengantisipasi gejolak itu," tutur Sri di ruang sidang Parlemen dalam Rapat Paripurna, Jakarta, Selasa 4 September 2018.
Menurut dia, faktor global yang mempengaruhi pelemahan rupiah di antaranya kebijakan normalisasi moneter dan kenaikan suku bunga oleh The Federal Reserve, serta perang dagang dengan negara Tiongkok, telah berimbas negatif pada banyak negara, termasuk emerging economies.
"Beberapa negara yang memiliki fondasi ekonomi yang rentan, ditambah dengan kebijakan ekonomi mereka yang dianggap tidak konsisten dengan fundamental ekonominya, telah mengalami krisis seperti Venezuela, Argentina, serta Turki," ungkap dia.
Karenanya, Indonesia harus meningkatkan kewaspadaannya dalam menghadapi lingkungan ekonomi yang sangat menantang ini, salah satunya adalah dengan mempersiapkan RAPBN 2019 dengan baik dan optimal.
Dilihat dari sumber permasalahannya, gejolak ekonomi global dan pengaruh negatifnya terhadap negara-negara berkembang diperkirakan masih akan berlangsung hingga 2019.
"Oleh karena itu, RAPBN 2019 dirancang untuk mampu mengantisipasi terus berlangsungnya gejolak global. APBN memiliki fungsi sebagai instrumen untuk alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Ketiga fungsi tersebut harus makin dioptimalkan, agar perekonomian Indonesia relatif tetap terjaga dan dapat menyesuaikan terhadap lingkungan normal baru," kata Sri Mulyani.
Selain itu, pemerintah bersama-sama otoritas moneter, yakni Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan terus melakukan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan penyesuaian terhadap tantangan baru, dengan mengurangi sumber kerentanan perekonomian Indonesia, terutama yang berasal dari defisit transaksi berjalan.
"RAPBN tahun 2019 sebagai instrumen kebijakan fiskal harus dirancang agar sehat, adil, dan mandiri, sehingga dapat efektif menjalankan fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi dalam konteks gejolak ekonomi global yang masih akan berlangsung hingga tahun depan," ujarnya. (man)