Rumi dan Al-Hallaj, Wujud Kematangan Spiritual dan Intelektual
"Pribadi yang telah mencapai kematangan spiritual dan intelektual takkan mudah terganggu oleh apa pun. Bantuan otoritatif dari luar tak lagi diperlukan."
Demikian KH Husein Muhammad berpesan kepada kita sekalian.
Sebagaimana didendangkan Sufi Agung, Jalaluddin Rumi:
قال النائب كان الكفار يعبدون الاصنام ويسجدون لها ونحن فى هذاالزمان نفعل الشيئ نفسه. لدينا الكثير من الاصنام الاخر فى باطننا من الحرص والهوى والحقد والحسد ونحن نطيعاه كلها ثم نعد انفسنا مسلمين .
Seseorang wakil berkata: dulu orang-orang kafir menyembah berhala-berhala, dan sujud kepada mereka. Kita sekarang melakukan hal yang sama dengan mereka. Di tengah-tengah kita banyak berhala yang bersemayam di dalam diri kita: ambisi duniawi, hasrat rendah/hawa nafsu, dendam dan hasud (dengki). Kita mentaati semuanya, lalu (dengan lantang) kita mengatakan "kita Muslim”. (Rumi, Fihi Ma Fihi, 125).
Kiai Husein Muhammad, Pengasuh Pesantren Darut Tauhid, Arjawinangun, Cirebon melanjutkan renungannya tentang "Dalam Diriku Ada Dirimu" bersama Manshur al-Hallaj.
DALAM DIRIKU ADA DIRIMU
Saat aku melepas anak-anak ku kembali ke rumah masing-masing dan mencari dirinya sendiri, bersama orang-orang yang dicintainya, di tempat yang jauh, aku merasa kehilangan.
Lalu aku menyenandungkan puisi Al-Hallaj, sufi martir ini :
و الله ما طلعت شمس و لا غربت
إلا وحبك مقرون بأنفاسي
Sungguh
Pada setiap matahari terbit dan tenggelam
Cintaku kepada-Mu menyertai tiap embusan nafasku
ولا جلست إلى قوم أحدثهم
إلا وأنت حديثي بين جلاسي
Pada setiap saat aku berbicara dengan orang lain
Sesungguhnya Engkaulah teman bicaraku
ولا ذكرتك محزونا ولا فرحا
إلا وأنت بقلبي بين وسواسي
Saat aku menyebut-Mu dalam suka dan dalam duka
Tak ada dalam relung hatiku kecuali Engkau.
ولا هممت بشرب الماء من عطش
إلا رأيت خيالا منك في الكاسِ
Saat aku haus
Aku tak melihat air dalam gelas itu
Kecuali bayangan Diri-Mu
Demikian semoga bermanfaat. (26.06.18-HM)