Rumah Pergerakan Tjokroaminoto, Rumah Pejuang Para Bapak Bangsa
Sebuah rumah di Jalan Peneleh VII dengan arsitektur khas Jawa nampak seperti rumah biasa yang memanjang dari luar pada Sabtu 9 Desember 2023. Bukan sebuah rumah megah, atau arsitektur barat, pun juga yang memiliki banyak ornamen dan barang-barang antik seperti kebanyakan museum lainnya.
Rumah ini bukan sembarang. Rumah ini adalah kediaman salah satu tokoh pergerakan nasional terkemuka, pendiri Sarekat Islam, organisasi pergerakan Islam yang terbesar seantero Hindia-Belanda. Sosoknya dikenal dengan sebutan "Raja Jawa tanpa mahkota", yaitu Haji Oemar Said Tjokroaminoto.
Rumah dengan luas bangunan 9x13 meter ini merupakan saksi sejarah lahirnya pemikiran-pemikiran radikal. Lebih tepatnya radikal menentang dan getol menolak kekuasaan kolonialisme pemerintah Hindia-Belanda pada abad ke-20.
Kepingan dari perjalanan sejarah pergerakan nasional bangsa terukir di rumah ini. Pemikiran para tokoh pergerakan bangsa banyak tergali di sini. Banyak tokoh pergerakan nasional yang lalu lalang berkunjung dan berdialektika dengan Tjokroaminoto, seperti Bapak Republik Indonesia, Tan Malaka, K.H. Mas Mansyur, juga the grand old man, H. Agus Salim.
Selain sebagai wadah perjuangan Sarekat Islam, rumah ini adalah tempat ditempanya sekaligus rumah kos bagi para pemikir bangsa pada masa mudanya. Seperti Sukarno, Musso, Kartosuwiryo, Semaun, dan Alimin.
Haris, salah seorang pemandu museum menyebut bahwa rumah Tjokroaminoto selalu menerima para pengunjung, sekitar puluhan orang saat hari kerja (Selasa-Jumat) dan bisa ratusan saat akhir pekan.
"Animo masyarakat untuk berkunjung luar biasa. Para pengunjung asing juga tak absen untuk berkunjung ke sini," ujarnya pada Sabtu 9 Desember 2023.
Terkhusus pengunjung asing, pemandu wisata yang baru bekerja selama setahun di rumah Tjokroaminoto ini mengatakan, mereka lebih penasaran terhadap sosok Sukarno, daripada Tjokroaminoto sendiri.
"Pengunjung asing yang datang rata-rata dari Eropa. Ada juga mahasiswa Amerika yang berkunjung karena ia sedang magang di Mojokerto. Mereka lebih mencari tentang Pak Karno ketimbang Pak Tjokro," katanya.
Azhar, seorang pengunjung dari museum rumah Tjokroaminoto mengatakan, kehadiran museum ini sangat penting untuk menjiwai perjuangan bapak bangsa kita.
"Apalagi Surabaya juga disebut sebagai "Kota Pahlawan" yang menjadi saksi perjuangan para pendahulu kita. Anak-anak muda penting sekali untuk bisa mempelajari perjuangan mereka," ujarnya.
Ia juga mengatakan bahwa Pemerintah Kota Surabaya harusnya dapat menghadirkan semacam visualisasi, agar para pengunjungnya tak bosan saat menyusuri museum.
"Generasi sekarang malas membaca. Kebanyakan museum edukasinya masih lewat tulisan. Saran saya, lebih baik dihadiri visualisasi untuk menyampaikan sejarah rumah Tjokroaminoto dan perjuangannya agar dapat tersampaikan dengan baik," harapnya.