Ingin Lebih Aman Gempa? Begini Konsep Rumah Nenek Moyang
Pakar masalah gempa bumi dari ITS Dr. Ir Amien Widodo M.Si mengatakan, gempa tidak membunuh. Dampak dari adanya gempa lah yang dapat membunuh. Antara lain, timbulnya bencana lain (tsunami, longsor, kebakaran), serangan penyakit, dan bangunan roboh adalah yang berpotensi melayangkan nyawa seseorang
"Tertimpa reruntuhan bangunan, adalah yang sering merenggut nyawa manusia ketika gempa. Ada 3 faktor yang mempengaruhi mudah tidaknya suatu bangunan roboh. Pertama faktor kualitas bangunan, kedua jenis tanah di bawahnya dan terakhir kepedulian dari si penghuni."
Demikian diungkapkan Amien dalam open talk seputar gempa yang diadakan Minggu (7/10) di ruang kelas GF 103 Gedung Teknik Geologi ITS.
"Kualitas suatu bangunan, terutama bergantung pada pemilihan materi untuk struktur bangunan. Material yang lentur adalah yang paling baik. Mengapa? Ketika terjadi gempa, material struktur bangunan yang lentur akan memperlambat waktu robohnya bangunan ketika terjadi gempa," kata Amien.
"Saat gempa. Rumah pribadi adalah yang paling banyak mengalami kerusakan, dibandingkan dengan fasilitas umum. Hal itu, selaim karena jumlah rumah pribadi memang lebih banyak. Pembangunan rumah pribadi, masih jarang yang menggunakan tenaga sipil, jadi rentan roboh," kata Diana Dewi.
Berdasarkan Kementrian Pekerjaam Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), material yang cukup elastis untuk dijadikan struktur bahan bangunan adalah beton bertulang. Beton bertukang dinding bata, atau beton berlukang selain dinding bata. Selain itu, kayu dan bambu juga bisa menjadi material yang baik untuk struktur bangunan.
"Kayu dapat menjadi bahan kerangka bangunan yamg baik. Tetapi perlu dicatat, hubungan balok kolomnya perlu diperhatikan juga. Kalau untuk bambu. Seingat saya, Litbang PU Bali bahkan mencoba melakukan proses untuk mengubah bambu manjadi bentuk balok. Jadi supaya bisa distandartkan dan terukur," tutur Diana Dewi, membantu menjelaskan soal bahan bangunan aman gempa, saat berlangsungnya sesi diskusi.
Tak hanya pemilihan materi untuk struktur bangunan. Teknik fondasi saat mendirikam rumah hunian juga tak kalah pentingnya. Kalau kita kembali ke kearifan lokal. Bangunan rumah nenek moyang kita, sebenarnya sudah cukup lentur. Hal ini bisa kita lacak dari gempa Lombok di tahun 70an.
Gempa yang terjadi di sana, pada waktu itu skalanya cukup besar, namun korbannya sedikit. Nampaknya, hal ini dipengaruhi oleh struktur rumah tinggal di masa itu, masih banyak yang menggunakan kayu. Sehingga lebih aman dan minim roboh saat terjadi gempa.
Saat terjadi gempa, dibanding bangunan yang merupakan fasilitas umum seperti mall, hotel, atau bangunan instansi pendidikan, rumah pribadi adalah yang biasanya lebih mudah roboh saat terjadi gempa. Karena biasanya, pembangunan rumah sepenuhnya dikerjakan oleh tukang.
Masalahnya, apakah tukang yang mengerjakan rumah-rumah pribadi itu sudah diberikan edukasi dan diawasi oleh sipil? Kalau belum, maka tidak menutup kemungkinan, rumah yang dibangun, tidak sesuai dengan standart keamanan hunian.
"Saat gempa. Rumah pribadi adalah yang paling banyak mengalami kerusakan, dibandingkan dengan fasilitas umum. Hal itu, selaim karena jumlah rumah pribadi memang lebih banyak. Pembangunan rumah pribadi, masih jarang yang menggunakan tenaga sipil, jadi rentan roboh.
"Karena bukankah yang menguasi tentang hitungan bangunan, struktur tanah, seberapa dalam harusnya meletakkan fondasi, hitungan material, kan sipil yang tahu. Kalau cuma mempercayakan pada tukang saja sangat kurang," tutur Diana, sekretaris dan bendahara Masyarakat Tangguh Indonesia (MTI).
Diana, yang juga alumni teknik sipil ITS itu pun menambahkan, edukasi kepada para tukang bangunan perlu adanya kerja sama dari pihak pemerintah maupun swasta yang bergerak dalam bidang penyediaan bahan bangunan.
Menurutnya, coorporate social responsibility (CSR) dalam bentuk penyuluhan kepada tukang bangunan supaya dapat memahami soal struktur tanah, material, dan teknik pembangunan rumah adalah penting.
"Diadakannya edukasi kepada tukang bangunan itu penting. Jadi supaya mereka mengerti juga, nggak asal membangun. Sejauh ini sudah banyak perusahaan-perusahaan yang mengeluarkan CSRnya untuk penyuluhan ke tukang bangunan. Cuma belum masif saja," tambahnya. (titis)
Advertisement