Ini Rujak Cingur Tertua di Surabaya, Sejak 1936
Berlokasi di Jalan Genteng Durasim 29 dekat SMAN 10 Muhammadiyah, rujak cingur legendaris ini berada di area yang disebut tusuk sate, maksudnya berada di ujung persimpangan.
Tampak luar terlihat warung bercat hijau, dengan spanduk bertuliskan “Rujak Cingur Genteng Durasim”. Masuk ke dalam sedikit terdapat jajaran makanan pada etalase kaca. Tak jauh dari etalase terdapat dua ruang makan untuk pengunjung menikmati hidangan. Sembari mempersilakan duduk, Hendri Sudikto, pemilik warung menemui Ngopibareng.id pada Selasa, 18 Februari 2020 pukul 12.00.
Duduk di kursi hijau, Pria kelahiran 1952 itu menceritakan sejarah warung legendaris tersebut. Warung sudah ada sejak tahun 1936, kala itu yang meracik rujak cingur adalah neneknya, Mbah Woro. Enam tahun berikutnya hingga tahun 1978, rujak cingur ini diteruskan Maryam, ibu Hendri.
“Ini dulu awal mulanya gubuk. Yang masak mbah saya, Mbah Woro. Setelah itu dipegang ibu saya sampai tahun 1978. Lalu dilanjutkan kakak-kakak saya” kata Hendri.
Sayangnya pada tahun 1978, Maryam meninggal. Warung lantas dikelola kakak Hendri, namun mengalami kebangkrutan. Akhirnya, pada tahun 1985, Hendri menginisiasi untuk membangun dan mengembangkan warung.
“Sejak tahun 78 hingga 85 warung diatur kakak-kakak saya secara bergantian. Namun, malah sepi pembeli, torok terus. Kakak saya nggak bisa ngelola. Tahun 85 akhirnya saya ambil alih” jelasnya.
Pria yang memakai dua cincin batu akik ini menceritakan, semenjak warung ia kelola, berangsung-angsur perubahan tercipta. Mulai dari pembeli yang ramai, menu makanan bertambah, hingga pembangunan warung. Menu tambahannya antara lain sop buntut dan rujak cingur spesial.
“Saya pinter masak, beda dengan kakak saya. Saya nambahin sop buntut, memodifikasi rujak cingur jadi spesial dan memperbaiki gedung ini. Pembeli sudah mulai ramai kembali” ucapnya.
Rujak Modifikasi
Rujak cingur modifikasi maksudnya porsinya lebih besar, jumlah cingurnya lebih banyak, dan menggunakan petis yang berkualitas. Petisnya ada yang dibuat sendiri, ada pula yang membeli dari daerah Sidoarjo dan Madura.
Setiap harinya, Hendri buka dari pukul 11.00 hingga 17.00. Dalam menjalankan usaha rujak ini, ia dibantu ketiga adiknya dan tidak ada pegawai dari luar.
“Saya masaknya lama, dari Subuh sampai setengah sebelas. Ini cuma dibantu adik-adik saya saja. Kalau pegawai repot, maunya gaji tinggi tapi kerjanya enak-enak,” kata Hendri.
Sepeninggal nenek dan ibunya, Hendri berusaha keras dalam mempertahankan mutu rujak cingur. Lebih tepatnya menjaga rasa dan kualitas rujak seperti masakan ibunya. Hal ini terbukti dari komentar salah satu pelanggannya sejak dulu.
“Pak Tris (Try Sutrisno), Wakil Presiden Suharto bilang rasanya seperti buatan ibu saya. Tidak ada yang berbeda” kata Hendri sambil tersenyum.
Selain rujak cingur, menu lainnya yang menjadi favorit adalah sop buntut. Hendri mengaku mendapatkan ide meracik masakan sop buntut saat berkunjung ke hotel Malioboro di Jakarta.
“Saya saat makan membatin, wah ini yang harus saya tembak dan tiru” ungkapnya dengan penuh semangat
Di warung ini rujak cingur dibagi menjadi dua jenis, spesial dan biasa. Rujak cingur biasa per porsinya seharga Rp30 ribu, sedangkan yang spesial Rp50 ribu.
Untuk sop buntut, pengunjung hanya perlu mengeluarkan Rp40 ribu. Harga ini mengalami kenaikan 20 persen diakibatkan naiknya bahan-bahan. “Harga segitu murah dan standar lah untuk ukuran porsi yang banyak. Kalau di tempat lain malah sampai Rp70, bahkan Rp80 ribu” jelas Hendri.
Dikunjungi Artis Korea
Untuk rujak sendiri, baik biasa dan spesial, pembeli bisa memilih rujak matengan atau campur. Jika matengan hanya berisi sayur mayur, tahu, dan lontong. Sedangkan, campur berisi buah-buahan segara seperti mangga, bengkoang, dan nanas.
Per harinya, untuk rujak cingur spesial Hendri bisa menghabiskan 50 porsi. Kalau ramai bisa sampai 100 porsi. Sop buntut sendiri hanya dijatah per hari 30 mangkok.
Hendri pun sering mengikuti festival lokal. Antara lain festival rujak cingur yang diadakan De Terong Indosiar, dan festival di Tunjungan.
Namun, seiring berjalannya waktu, ia memutuskan tidak mengikuti festival lagi. Umur yang dijadikan alasan. “Sudah dua tahun ini saya nggak ikut festival. Capek, badan nggak kuat. Lagipula ini sudah terkenal, ngapain ikut” katanya.
Di sisi lain, saking melegendanya, makanan ini dikunjungi banyak artis. Artisnya pun beragam, mulai dari artis dalam negeri hingga youtuber luar negeri.
“Di sini pernah ada Sudjiwo Tedjo, Fadlan, Dimas Beck hingga youtuber Korea. Coba cek di youtube. Yang Korea sudah sebulanan ini. Dimas Beck baru semingu yang lalu” katanya meyakinkan.
Buka Lapak Digital
Walau sudah lama berdiri, Hendri tidak mau tertinggal oleh zaman. Ia justru memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada. Salah satunya adalah saat kerja sama dengan Grab Food and Go Food, dua aplikasi online untuk memesan makanan.
Pembeli tidak diharuskan datang ke tempat. Cukup memesan melalui aplikasi Grab dan Gojek. “Sudah sejak dua tahun lalu saya bekerja sama dengan Grab dan Gojek. Sekarang enak aja, saya enak pembeli juga enak” terangnya.
Ketika ditanya alasan menyetujui kerjasama dengan kedua platform bisnis tersebut, Hendri menjelaskan dengan tertawa. “Ya enak aja mbak. Uangnya nanti masuk di rekening bank saya. Saya jadi tahu jumlahnya, sekaligus bisa buat simpenan kalau butuh”.