Rugi, Pengrajin Tempe Eks Lokalisasi Dolly Lelang Kaos Bersejarah
Tingginya harga kedelai berdampak pada kondisi sulit bagi para pengrajin tempe dan tahu, di Surabaya. Para pengrajin mayoritas tidak lagi produksi tempe dan tahu.
Hal ini dialami salah satu pengrajin tempe di Putat Jaya, Jarwo Susanto. Pengrajin berusia 40 tahun ini mengungkapkan, kondisi saat ini bagai buah simalakama. Mau menaikkan harga tempe takut pelanggan pergi, tapi kalau tidak naikkan harga membuat rugi.
"Bingung juga ya, dinaikkan nanti pelanggannya berkurang, tapi kalau tidak naik lama-lama saya juga yang rugi," kata Jarwo saat ditemui, Rabu, 23 Februari 2022.
Untuk menyiasati kondisi ini, mantan aktivis penolakan penutupan lokalisasi Dolly ini terpaksa harus lelang kaos yang menjadi titik balik kehidupannya dari seorang penjual kopi di lokalisasi Dolly hingga menjadi pengrajin tempe seperti sekarang.
"Saya bingung karena tidak ada modal, ditambah kondisi pandemi yang akhirnya harus mogok produksi karena tidak kuat beli kedelai. Kondisi keuangan sekarang menipis, pengeluaran banyak, pemasukan berkurang. Jadi, terpaksa lelang kaos," kata pria yang pernah menjadi Humas PKL dalam aksi penolakan penutupan lokalisasi Dolly.
Lelang Kaos Perjuangan Menolak Penutupan Lokalisasi Dolly.
Kaos berwarna coklat yang sudah hampir pudar warnanya ini pada bagian depan bergambar karikatur masyarakat yang hidup di Dolly dari mulai pedagang kaki lima (PKL), pekerja seks komersial (PSK) hingga muncikari yang menolak penutupan Dolly.
Sementara, bagian belakang bertuliskan FPL yang merupakan kepanjangan dari Front Pekerja Lokalisasi. Menurut Jarwo, kaos tersebut merupakan seragam saat melakukan aksi penolakan penutupan lokalisasi Dolly 2012.
"Setiap melakukan aksi selalu dipakai kaosnya, semua pakai dari pedagang, PSK, muncikari, makelar dan warga sekitar juga pakai. Saya pakai terus kaos ini untuk menyuarakan penolakan penutupan Dolly waktu itu," katanya.
Ia menambahkan, kaos tersebut mengingatkan pada perjuangan warga Dolly selama kurang lebih dua tahun sampai deklarasi penutupan gang Dolly benar-benar dilakukan.
"Kaos ini berkesan karena menemani semua warga lokalisasi terbesar di Asia Tenggara sampai perjuangan terakhir. Yang paling saya ingat dulu semua warga pakai kaos ini untuk demo di Islamic Center," kata Jarwo.
"Dulu waktu deklarasi, semua jalan dari Putat, Kupang hingga Banyu Urip diblokade dan banyak warga yang ikut aksi pakai kaos ini," imbuhnya.
Saat ditanya asal muasal kaos tersebut dan desain yang ada di kaos, Jarwo mengungkapkan, kaos tersebut sengaja dibuat salah satu bentuk protes terhadap penutupan lokalisasi Dolly. Desain kaos tersebut dibuat oleh teman SMP yang juga merupakan seorang aktivis.
"Dulu saya minta bantuan teman saya untuk desain. Dulu kalau PSK sama muncikari beli Rp100," kata Jarwo.
Ketika ditanya berapa harga lelang kaos itu, Jarwo mengungkapkan untuk kaos bersejarah tak bisa memberikan harga pasti. Ia menyerahkan kepada yang berkenan membeli kaos itu.
"Saya gak tau kalau ditanya harga lelangnya berapa. Terserah yang beli saja. Jangan dilihat barangnya tapi dilihat sejarahnya. Kaos ini merupakan titik balik saya, pemuda yang dulu suka mabuk tapi sekarang bisa hidup yang lebih baik dan juga saksi penutupan lokalisasi Dolly," katanya.
Menurut Jarwo, tak banyak warga sekitar Dolly yang masih menyimpan kaos ini. Hanya dia satu-satunya warga yang masih kaos perjuangan itu.
Advertisement