Ruas Sorong-Klamono, Mempermudah Pelayanan Kesehatan Warga
Wajah Dorkas Keda tampak sumringah ketika ditanya soal Jalan Trans Papua. Dia adalah Kepala Puskesmas di Distrik Klamono, Kabupaten Sorong. Sudah 30 tahun dia bekerja di Puskesmas ini. Makanya dia tahu betul perkembangan Jalan Trans Papua yang menghubungkan Kota Sorong dengan Distrik Klamono di Kabupaten Sorong ini dari tahun ke tahun.
Jarak antara Kota Sorong dengan Distrik Klamono di Kabupaten Sorong, sebenarnya hanya 48km. Jika dihitung dari titik nol Trans Papua di Pasar Boswesen Kota Sorong.
"Dulu sebelum jalan ini bagus seperti sekarang, saya harus menempuh perjalanan selama dua jam," kata Dorkas dengan wajah berseri-seri.
Kata dia, sejak dulu dia memang sudah menggunakan motor sebagai alat transportasinya menuju ke Puskesmas Klamono. Namun perjalanan dengan motor itu tak bisa ia lakukan jika terjadi hujan deras.
"Kita terpaksa jalan kaki kalau hujan, karena jalannya becek. Tak bisa dilalui motor" kata Dorkas.
Pun demikian juga dengan mobil. Belum tentu mobil juga bisa lewat karena jalan yang becek tersebut. Seringkali jika menggunakan angkutan mobil, malah penumpangnya terpaksa ikut mendorong karena tak mampu melewati jalan becek. Jika hujan deras mengguyur, dia seringkali memutuskan untuk menginap di Puskesmas karena tak bisa pulang.
Dia sangat bersyukur sekali dengan adanya ruas jalan Trans Papua Ruas Sorong Klamono yang ada perbaikan setiap tahun. Meski di beberapa titik masih terdapat patahan, namun menurut dia jalan ini sudah sangat layak sekali untuk dilewati. Apalagi jika dia, harus membawa pasien dari Puskesmas Klamono ke RSUD Sorong.
"Kita masih menggunakan taksi untuk membawa orang sakit," ujar Dorkas.
Soal harga taksi untuk membawa orang sakit itu, kata Dorkas dulu cuma sekitar Rp 300ribu. Padahal saat itu jalannya masih jelek sekali. Namun sekarang malah naik menjadi sekitar Rp. 400ribu. Padahal jalannya sudah bagus.
"Kata sopir, sewa taksi naik jadi naik karena harga BBM juga naik. Tapi tak apa, karena waktu tempuh menjadi lebih singkat dari awalnya bisa dua jam bisa menjadi 30 menit saja," ujar dia.
Setali tiga uang, rasa syukur juga dikatakan oleh Okto Klin. Dia bekerja sebagai pedagang hasil bumi di Pasar Remu Sorong. Sebelum ada jalan Trans Papua ruas Sorong-Klamono, dia biasanya berjalan kaki. Lamanya bisa tiga hari tiga malam Okto berjalan kaki. Itu untuk berangkatnya saja.
Jika sama dihitung dengan perjalanan pulangnya, berarti enam hari Okto harus melakukan perjalanan dengan jalan kaki. Sehari sisanya, ia gunakan untuk berjualan di Pasar Remu.
Karena berjalan kaki, barang dagangan yang dibawa Okto pun tak bisa banyak. Dia paling hanya membawa cabe, timun atau hasil kebun lainnya. Beratnya paling sekitar 10kg saja.
Namun kini dia sudah merasa beruntung sekali. Sudah ada jalan Trans Papua ruas Sorong-Klamono. Tambah beruntung sekali karena sekarang ada Bus Damri yang melayani Sorong sampai Kabupaten Sorong Selatan atau Maybrat. Meski jumlahnya masih terbatas, namun angkutan umum sudah ada.
Ongkos naik Bus Damri dari Sorong ke Klamono pun terjangkau. Hanya Rp 25ribu sekali jalan. Okto pun kini sudah bisa melakukan perjalanan Sorong ke Klamono tiga hari sekali untuk berdagang hasil kebun. Jumlah barang dagangan yang ia bawa pun sudah bertambah. Menjadi 30kg untuk sekali jalan.
"Masih belum berani bawa barang dagangan lebih dari itu. Karena masih menjajaki pasarnya juga," kata Okto.
Dari berdagang hasil kebun itu, Okto pun bisa menyekolahkan anak perempuannya di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan. Kampusnya bukan di sekitar Papua Barat. Namun di Kota Malang Jawa Timur. Tuhan memang bekerja secara ajaib.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) II 03, Pelaksana Jalan Nasional II Sorong, Antonio Da'Costa ST, memang mengakui ada beberapa titik di ruas Sorong-Klamono ini ada jalan patahan alias rusak. Pria asal Timor Leste memang yang bertanggungjawab atas ruas Jalan Trans Papua yang membentang dari perbatasan Kabupaten Sorong sampai Kabupaten Sorong Selatan.
"Beberapa titik memang masih ada patahan. Namun yakinlah akan terus perbaiki," kata pria yang akrab disapa Toni ini.
Kata Toni, perbaikan itu tak hanya untuk jalan patahan alias jalan rusak, namun juga bisa memperbaiki grade alias tanjakan biar tak curam, memperlebar jalan, mengaspal agar jalan tak bergelombang atau peningkatan lainnya.
"Tapi itu semua butuh waktu. Bisa karena menunggu anggaran, bisa juga karena titik itu butuh penanganan khusus struktur tanahnya. Ibarat seorang dokter, orang teknik sipil juga harus bisa mendiagnosa jalan yang sakit," kata dia. (amr)
Advertisement