Ruang Sidang Kacau, IPW: Vonis Eliezer Selamatkan Peradilan
Ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan ricuh setelah majelis hakim membacakan vonis pidana 1 tahun dan enam bulan penjara untuk terdakwa Bharada Richard Eliezer alias Bharada E dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir J.
Dari layar televisi pengunjung berteriak kegirangan setelah majelis hakim membacakan vonis. Vonis hakim itu jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menginginkan Bharada E dipidana penjara 12 tahun.
Hakim juga menetapkan Eliezer sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collabolator dalam kasus pembunuhan berencana ini.
Situasi kemudian berubah jadi tak terkendali saat pengunjung sidang yang ada di luar ruangan memaksa masuk. Padahal, pengunjung di dalam ruang sidang pun sudah penuh.
Mereka memaksa masuk menghampiri kursi terdakwa. Kursi-kursi yang ada di ruang sidang pun berantakan. Pagar pembatas kayu yang membatasi antara kursi pengunjung dengan kursi terdakwa, majelis hakim, dan jaksa pun ambrol.
Pengunjung berteriak dan berkerumun mencoba menghampiri Bharada E. Saat ini, kuasa hukum sudah bisa keluar dari ruangan. Salah satu dari mereka menangis terharu atas vonis Bharada E.
Richard pun sempat menangis setelah mendengarkan vonis dari hakim. Setelah hakim mengetok palu tanda sidang ditutup, petugas memakai baju LPSK langsung mengerubungi Eliezer dan membawanya keluar dari ruangan sidang.
Menanggapi putusan tersebut Ketua Indonesia Police Watch, Sugeng Teguh Santoso mengatakan, majelis hakim mengambil posisi berpihak pada Eliezer atau berpihak pada suara rakyat sesuatu langkah yang tidak lazim.
"Bukan tanpa alasan majelis hakim pimpinan Wahyu Imam Santoso dinilai sedang menjalankan tugas dari pimpinan tertingginya yaitu Mahkamah Agung untuk menggunakan peradilan kasus matinya Brigadir Joshua sebagai moment meningkatkan kepercayaan publik pada dunia peradilan setelah ambruk dengan kasus suap 2 hakim agung Dimyati dan Gazalba serta beberapa pegawai Mahkamah Agung dalam kasus suap," katanya.
Dalam konteks ini, kata Wahyu, putusan mati pada Ferdy Sambo kentara sebagai upaya yang sama secara politis meningkatkan citra peradilan dengan vonis hukuman mati sesuai suara publik.
"Padahal dalam kasus ini Sambo tidak layak dihukum mati. Tapi demi memuaskan suara publik Sambo harus divonis mati. IPW mendorong Polri menerima kembali Bharada Eliezer untuk bertugas di Polri. Karena, akan menaikkan citra Polri di depan publik," katanya.