Attack Rate Surabaya Masih Tertinggi di Indonesia
Pakar Epidemologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Dr. Windhu Purnomo, kembali menyarankan agar daerah-daerah di Surabaya Raya kembali memperpanjang penerapan masa transisi The New Normal Life selama 14 hari ke depan.
Hal itu ia jelaskan, karena Surabaya Raya membutuhkan waktu untuk menjaga kondisi penyebaran Covid-19. Sebab, kata dia, saat ini Surabaya per 17 Juni 2020 lalu angka rate of transmission (RT) Surabaya Raya sudah berada di bawah angka 1, dibanding dengan hari-hari sebelumnya 1 hingga lebih dari 1.
"Jadi 17 juni mulai di bawah satu. Belum (bisa) dilihat hari-hari ini (RT-nya). Kalau sampai 30 Juni berhasil konsisten, 1 Juli bisa masuk ke New Normal tapi tetap dengan protokol kesehatan yang ketat," ujar Windhu, Senin 22 Juni 2020.
Agar bisa segera normal, Windhu menyarankan, agar para kepala daerah dapat betul-betul memperketat penanganan pendisiplinan dalam rangka penerapan protokol kesehatan yang telah disarankan oleh World Health Organization (WHO).
"Teruskan transisinya. Tetap masa transisi dengan pengendalian kepatuhan,” kata dia.
Ia menyoroti penanganan yang dilakukan Surabaya. Hal itu disebabkan karena tidak adanya aturan yang tegas sehingga banyak warga yang terlihat seakan-akan bebas dari Covid-19, padahal ancaman itu masih ada.
Meski RT di Surabaya Raya menurun, Windhu mencatat bahwa attack rate atau angka kasus infeksi justru meningkat. Di Surabaya, peningkatannya sebesar 75 persen atau 150,7/100 ribu penduduk, dibanding saat PSBB attack rate-nya 90/100.000
Sementara attack rate di Sidoarjo 48,7/100.000, Gresik 30,9/100.000 dan Jatim secara keseluruhan 22,3/100.000.
"Semuanya naik pada transisi ini, tapi yang paling tajam Surabaya. Surabaya tertinggi se-Indonesia. Artinya tiap 100 ribu penduduk, 150 orang lebih terinfeksi (COVID-19). Itu masih puncak gunung es," paparnya.
Karena itu, ia meminta agar masyarakat betul-betul mau menerapkan protokol kesehatan agar tidak terjadi penyebaran kasus yang lebih luas.