Koordinasi Kedodoran, Sebabkan Surabaya Marathon Jatuh Korban
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya menyesalkan jatuh dua korban dalam event Surabaya Surabaya Marathon 2019. Juru bicara RSUD Dr. Soetomo, dr. Pesta Parulian menyebut sebenarnya jatuhnya dua korban dalam event Surabaya Marathon 2019 ini bisa dicegah sebelumnya atau preventable.
Parulian menerangkan jika upaya preventif untuk menghindari jatuhnya korban salah satunya adalah dengan menyediakan sarana dan tenaga paramedis yang memadai. Caranya dengan menyediakan ambulans dan tenaga paramedis yang kompeten.
Dalam pengamatan Parulian, saat melakukan perjalanan dalam Kota Surabaya, dia tak melihat adanya mobil ambulans yang mobile mengikuti peserta lari Surabaya Marathon 2019.
"Saya tadi waktu di Jalan Ahmad Yani hingga Waru, tidak melihat adanya ambulans yang mengikuti para peserta. Itu sangat buruk, resikonya tinggi. Padahal ambulans adalah salah satu fasilitas kesehatan terpenting dalam suatu event," ujar Pesta kepada ngopibareng.id, Minggu 4 Agustus 2019.
Menurutnya, panitia penyelenggara seharusnya menyebar puluhan ambulans untuk mengikuti peserta lomba. Terlebih, lomba lari seperti Surabaya Marathon ini membutuhkan stamina yang besar. Sehingga kemungkinan terjadi pingsan atau hal lain itu sangat tinggi.
"Peserta kan tenaganya dikuras banget, jadi kalau ada apa-apa, ambulan ini basic life support utama. Kalau tidak ada, ya itu tak masuk akal mau main-main dengan kesehatan," ungkapnya.
Pesta juga menyebut, panitia penyelenggara sebenarnya sempat berkoordinasi dengan RSUD Dr. Soetomo terkait permintaan untuk menyediakan ambulans. Panitia meminta bantuan empat unit ambulans dari RSUD Dr. Soetomo, namun karena keterbatasan, maka Dr. Soetomo hanya menyanggupi satu ambulans saja.
"Kami kan tanggung jawabnya seluruh Surabaya, bukan hanya event ini. Jadi kami tetap beri, tapi cuma satu. Sisanya kami untuk pelayanan warga biasa toh," katanya.
Celakanya lagi, dalam mengajukan permintaan bantuan tenaga kesehatan, panitia penyelenggara juga dianggap tak spesifik dalam mengajukan permintaan ambulan. Apakah ambulan untuk stand by di satu posko kesehatan atau ambulan yang mobile mengikuti peserta lari Marathon 2019.
Dari segi tenaga paramedis, Pesta juga menyebut panitia penyelenggara juga dianggap tak memanfaatkan sumber daya yang ada . Parulian memberikan contoh, RSUD Dr. Soetomo sebenarnya mempunyai komunitas basic life support yang siap membantu event semacam ini. Namun sekali lagi karena koordinasi yang kedodoran, potensi-potensi yang ada untuk melakukan pertolongan pertama tak dimanfaatkan.
Seperti diketahui, dua orang peserta lomba lari Surabaya Marathon 2019 dikabarkan mennggal dunia saat sedang mengikuti nomor 10K lomba marathon. Informasi yang didapat, dua orang korban bukan merupakan orang Surabaya dan sudah berusia di atas 50 tahun.
Korban pertama yang meninggal adalah Husnun N Djuraid berusia 60 tahun yang berasal dari Blimbing, Malang. Diketahui, Husnun merupakan mantan jurnalis senior di Kota Malang, ia juga kini menjabat sebagai Komisaris Malang Post dan Wakil Ketua KONI Kota Malang. Selain itu, Husnun merupakan kakak kandung dari mantan Pemimpin Redaksi Jawa Pos, Dhimam Abror.
korban kedua yang meninggal di lomba tersebut bernama Oentung P. Soetiono. Pria berusia 55 tahun asal Kota Jakarta itu dikabarkan jatuh saat berlari di Jalan Basuki Rahmat depan Gedung Dyandra Convention.
Peserta dengan nomor dada 5755 itu langsung dibawa ke RSUD Dr. Soetomo oleh tim TGC Pusat setelah terjatuh. Namun, nyawanya tak tertolong.
Seperti diketahui ada sekitar 6005 peserta telah terdaftar sebagai peserta yang mengikuti lomba lari terbesar se-Jawa Timur tersebut. Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Jawa Timur, Sutandi Purnomosidi mengatakan, ia bersyukur peserta Surabaya Marathon tahun ini mengalami kenaikan yang drastis.