RS Jimpitan NU
Tak ada yang mengira hasil jimpitan beras 33 tahun lalu itu akan berwujud seperti sekarang. Sebuah rumah sakit besar yang sudah bisa menghidupi roda organisasi. Rumah Sakit Islam milik NU yang megah di Mojokerto.
Namanya RSI Sakinah. Inilah rumah sakit milik NU kabupaten dan kota Mojokerto. Rumah sakit tipe C yang berdiri di atas lahan 1,5 hektar lebih. Saat ini memiliki 199 tempat tidur dengan okupasi selalu penuh. Bahkan, sering menolak pasien karenanya.
Tingkat hunian tempat tidur di rumah sakit disebut dengan BOR (Bed Occupation Rate). Artinya jumlah bed yang terisi dalam setiap hari. “Di sini orang mau antre untuk mendapatkan tempat rawat inap,” kata Ketua Perkumpulan Kesehatan Sakinah Mojokerto, H Riza Pahlevi.
Lokasinya strategis. Di jalan masuk ke kota Mojokerto dari arah Jombang. Berseberangan dengan Kantor PCNU yang juga tampak megah. Kantor yang memiliki ruang pertemuan besar dengan pendingin udara dan masjid yang tak kalah keren.
Saya mengunjungi RSI Sakinah sehari jelang Hari Lahir (Harlah) yang jatuh, Senin, 2 Oktober 2023. Sejumlah staf tampak sedang mempersiapkan acara Harlah di ruang pertemuan RSI di lantai empat. Harlah dihadiri KH Husain Ilyas, Ketua PCNU KH Abdul Adzim dan para kiai lainnya.
Sebetulnya saya pernah berkunjung ke RSI ini 8 tahun lalu. Tapi kondisinya belum sebagus sekarang. Masih kecil dan gedungnya sederhana. Kini, gedung yang saya lihat saat itu hanya menjadi bagian kecil dari keseluruhan bangunan yang ada.
Di selatan bangunan lama kini berdiri bangunan bertingkat untuk rawat inap VIP dan VVIP. Sedangkan di utaranya sedang dibangun gedung 5 lantai yang akan menjadi klinik terpadu. Untuk lahan parkirnya menyewa aset di sebelahnya yang sangat luas.
Sayang, di antara bangunan megah itu ada kantor dinas milik Pemkab Mojokerto. Kalau saja, kantor tersebut bisa di tukar guling, maka muka RS itu akan tambah keren lagi. Bisa mengalahkan kemegahan RSI di Jalan Ahmad Yani atau Jemursari Surabaya.
Riza menjelaskan, RSI Sakinah berkembang pesat setelah dikelola secara profesional dan dengan tegas mendeklarasikan diri milik NU. Sebelumnya hanya menyebut sebagai RSI Sakinah. Bahkan ada upaya memisahkan antara yayasan dengan NU.
Padahal, RSI ini dari awal didirikan oleh warga NU. Dipelopori Ketua PCNU saat itu KH Achyat Chalimi. Santri pendiri NU KH Hasyim Asy’ari ini menggerakkan jimpitan beras di lingkungan warga Nahdliyin. Jimpitan itu dikumpulkan setiap hari untuk modal awal pendirian RS.
Selain itu, juga ada para donatur besar. Nama-nama mereka kini dipajang di lobi masuk gedung rawat inap. Ada 99 nama. Seperti jumlah Asmaul Husna. Daftar mereka dipajang dalam dua papan yang di tengahnya ada foto besar KH Achyat Chalimi. Lambang NU dipajang di beberapa lokasi strategis.
“Sejak dengan tegas menyatakan diri sebagai RSI milik NU, pasiennya ramai sekali. Menjadi RS rujukan bagi warga Nahdliyin seluruh Mojokerto. Rais Syuriah dan Ketua PCNU menjadi dewan pembina secara ex-officio,” tambah Riza, pengusaha yang juga bendahara PCNU ini.
Ada 40 dokter spesialis di RSI Sakinah. Delapan diantaranya dokter tetap. Mereka ini adalah dokter umum yang kemudian disekolahkan oleh RSI. Ada 17 Poli Spesialis. Total karyawannya 454 orang. RSI ini diresmikan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) saat masih menjadi Ketum PBNU.
Eko Nurcahyo, Kepala Bagian Radiologi mengakui bahwa RSI tempat ia bekerja berkembang pesat sejak 5 tahun ini. “Sekarang kami bisa disebut salah satu RS swasta terbesar di Mojokerto,” kata pria yang sudah bekerja di RS tersebut selama 22 tahun ini.
Penataan di dalamnya dibikin serasa di rumah. Ada taman yang nyaman untuk para penunggu pasien dan anak-anak. Ada nuansa keluarga yang dibangun di dalam rumah sakit. Koridornya bagus. Di kanan kiri dipenuhi dengan tanaman. Asri.
Yang menarik, setiap tahun, RSI Sakinah sudah mencatatkan rata-rata keuntungan bersih Rp15 miliar. Sebesar 70 persen dipakai kembali untuk pengembangan, 30 persen untuk PCNU Kabupaten dan Kota Mojokerto. NU Kabupaten dapat 75 persen dari laba yang dibagi,” tambah Riza.
RSI Sakinah menjadi contoh RSI milik NU yang hebat. Seperti halnya RSI di Surabaya yang maju pesat sejak dikomandoi Prof Dr Mohamad Nuh. Santri NU yang pernah menjadi Rektor ITS dan Menkominfo serta Mendiknas di pemerintahan Presiden SBY.
Akan makin banyak RS dan perguruan tinggi hebat yang dikelola warga Nahdliyin. Ormas Islam terbesar di Indonesia yang sudah seabad berkiprah di bidang kemaslahatan ummat. Jika dulu lebih dikenal sebagai pemilik pesantren di mana-mana, kini punya perguruan tinggi dan RS di berbagai daerah.
Kemandirian Jamiyah alias organisasi NU sebetulnya bukan mimpi. Asal setiap unit usaha yang memberi manfaat dan maslahah kepada warganya dikelola secara profesional oleh orang-orang yang profesional pula. Apalagi kini makin banyak santri profesional yang sudah teruji di mana-mana.
Bisa dibayangkan, jika dulu RS dan lembaga pendidikan Islam yang bagus identik dengan Muhammadiyah, ke depan NU akan makin banyak memiliki lembaga layanan yang sangat dibutuhkan warganya ini. Apalagi sekarang penyediaan layanan kesehatan menjadi salah satu KPI (Key Performance Indicators) PCNU seluruh Indonesia.
Ini sesuai dengan tekad Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf yang sedang membenahi disiplin organisasi NU. Yang mendorong kepemimpinan NU bisa memberikan maslahah dan manfaat langsung yang bisa dirasakan warganya. Apalagi maslahah dalam hal layanan dasar bagi kehidupan warga.
Gus Yahya –demikian Ketum PBNU yang jebolan Fisipol UGM ini biasa dipanggil– sejak awal membawa misi The Governing NU alias Kepemerintahan NU. Ini bukan berarti NU menjadi pemerintah, tapi menjadikan tata kelola organisasi secara transparan dan akonttabel seperti umumnya pemerintahan.
Spirit The Governing NU ini telah dipraktikkan PCNU Mojokerto. Sehingga ia mempunyai RSI yang bisa menjawab kebutuhan warga Nadliyin sekaligus bisa menggerakkan roda organisasi NU. Tanpa harus tergantung pada “jimpitan” beras lagi. Jimpitan hanya menjadi modal di awal, selanjutnya tidak lagi.
Kemampuan pengurus NU menjadikan jimpitan dari warga menjadi sebuah badan usaha hanya bisa terwujud jika nilai-nilai The Governing NU dipenuhi. Mengedepankan prinsip-prinsip profesionalitas dalam mengelola organisasi sekaligus badan usaha yang dimilikinya. Nilai yang kini sedang dikembangkan Ketum PBNU.
Saya jadi makin yakin, abad kedua NU betul-betul menciptakan arus peradaban baru di kalangan umat Islam Indonesia. Jika lokomotif perubahan ini bergerak cepat, maka NU tidak hanya besar dari sisi jamaahnya, tapi juga jamiyahnya.
Pasti Kiai Hasyim Asy’ari dan para pendiri NU lainnya tersenyum di alam keabadian sana. Menyaksikan buah gagasan dan rintisannya makin bermakna bagi ummat manusia.
Advertisement