RS Covidkan Pasien Agar Dapat Anggaran? Ini Penjelasannya
Kabar tak sedap tentang rumah sakit yang mengambil keuntungan dengan “meng-covid-kan” pasien, sering terdengar. Keluarga pasien suspek Covid-19 diminta tanda tangan, jika ingin biaya perawatan dibayar negara. Jika tidak tandantangan, biaya perawatan harus dibayar sendiri.
Lewat Instagram Kawal Covid-19, dokter Tonang Dwi Ardyanto menjelaskan prosedur kesepakatan umum atau general consent yang diberikan pihak RS pada keluarga pasien Covid-19. "Kenapa pasien BPJS selesai perawatan (meninggal maupun sembuh) sebelum pulang diberi dua pilihan, pertama kalau mau TTD Covid-19 bebas biaya, kedua kalau tidak mau TDD harus bayar penuh," tulis Kawal Covid-19.
Menurut dokter yang juga dosen di Universitas Sebelas Maret (UNS) itu, surat yang ditandatangani tersebut adalah persetujuan pasien atau keluarga yang mendapat kuasa dari pasien yang disebut general consent. "General consent ini dilakukan di awal perawatan. Untuk kasus Covid-19, dilakukan setelah ada keputusan diagnosis awal sebagai suspek atau probabel, atau jika setelah dirawat beberapa hari ditemukan gejala atau tanda khas Covid-19," katanya.
General consent juga dilakukan sebelum masuk ruang isolasi khusus pasien Covid-19. Bentuknya berupa penjelasan infeksi sebagai bagian dari edukasi pasien dalam konsep pelayanan berfokus pada pasien. "Pasien dan keluarga dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan untuk tata laksana kasus dan manajemen perawatan," lanjutnya.
Sehingga, saat itu, rumah sakit membutuhkan tanda tangan pasien atau keluarga pasien di atas formulir consent atau consent form, sebagai tanda persetujuan dirawat sebagai pasien Covid-19. "Bila pasien dan keluarga tidak bersedia tanda tangan, RS tak bisa ajukan klaim, sehingga pasien harus membayar sendiri," lanjutnya.
Mengapa demikian? menurutnya, pemegang kartu BPJS, tetap harus menandatangani consent form tersebut. Sebab, anggaran perawatan Covid-19, khususnya wabah, dibiayai dengan anggaran Covid-19, bukan dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Selanjutnya, pasien suspek atau probabel Covid-19 akan tetap dibiayai negara hingga status Covid-19 diketahui dan negatif. "Nanti, kalau sudah terbukti negatif Covid-19, baru pindah ke ruang biasa, dan kartu JKN bisa digunakan lagi," imbuhnya.
Menurutnya, proses edukasi ini yang sering disalahpahami. Pasien dan keluarga merasa dirayu, dibujuk, atau bahkan merasa diancam agar mau "di-Covid-kan". “Agar tak perlu membayar. Padahal bukan seperti itu," lanjut dosen Ilmu Patologi Klinik itu.'
Ia lantas menyarankan agar pasien atau keluarga pasien menanyakan dengan jelas kepada rumah sakit, jika menemui kejadian serupa. "Bila nanti terpaksa sakit dan di RS mendapati seperti itu, tolong ditanyakan dengan jelas agar tidak salah paham," tandasnya.