Arkeolog Indonesia Sudah Kenal Teknologi LIDAR
Arkeolog dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, Wicaksono Dwi Nugroho, menyebut jika teknologi Light Detection and Ranging (LIDAR) sebenarnya dikenal oleh instansinya dalam ekskavasi bangunan perubakala. Dia menyebut BPCB Jawa Timur bahkan akan memanfaatkan teknologi tersebut untuk mengukur kawasan situs Trowulan pada April 2020 nanti.
"Rencana April tahun ini. Alatnya kami bekerjasama dengan pihak ketiga," kata Wicaksono.
Dengan memanfaatkan teknologi ini, Wicaksono klaim memang bisa mempercepat pengukuran. Teknologi ini juga dianggap lebih detil dari Google Maps karena tampilannya bisa tiga dimensi. Sehingga, dengan memanfaatkan teknologi LIDAR ini, pemetaan struktur bangunan jadi lebih detil karena bisa melihat bangunan dari berbagai sisi.
"Tapi setahu saya teknologi itu hanya untuk memetakan kondisi permukaan tanah. Kalau ada teknologi yang bisa mendeteksi bangunan di bawah tanah saya belum tahu. Mungkin saya harus belajar lagi dari beliau," ujar kata Wicaksono.
Sebelumnya, pakar telematika Roy Suryo berdasarkan rilis yang dikirimkan menyarankan agar para arkeolog di Indonesia memanfaatkan teknologi LIDAR untuk melakukan penelitian bangunan purbakala yang terpendam di bawah tanah.
Teknologi ini diklaim bisa memetakan struktur bangunan di bawah tanah yang terkubur. Teknologi ini pun diklaim Roy Suryo sudah diterapkan para ahli di luar negeri untuk mengekskavasi peninggalan Inca dan Mesir.
Komentar Roy Suryo ini, menanggapi berita di media yang menyebut ada candi yang diperkirakan besarnya seukuran Candi Borobudur di Magelang Jawa Tengah. Candi sebesar Borobudur ini diduga terpendam di lereng Gunung Arjuno, Jawa Timur. Dugaan ini muncul setelah sebuah komunitas pemerhati purbakala Damar Panuluh Nusantara yang kemudian membenarkan penemuan benda-benda purbakala di bukit yang masuk kawasan lereng Gunung Arjuno tersebut.
Salah satu aktivis Damar Panuluh Nusantara menduga ukuran candi ini sangatlah besar. Hal itu didasari dari jarak puncak hingga bawah bukit yang hampir mencapai 100 meter.
"Demikian pula kelebarannya, karena diameter bukit tersebut sangatlah besar," kata Erwin dari Damar Panuluh Nusantara seperti dikutip dari beritalima.com
Atas klaim dari komunitas ini, Roy Suryo berkomentar:
Saya kok bisa percaya bahwa kemungkinan itu bisa ada, apalagi kalau para ahli Indonesia bisa memanfaatkan alat canggih bernama LIDAR (Light Detection and Ranging) yang bisa "memetakan" struktur bangunan di bawah tanah yang terkubur, sebagaimana yang dilakukan para Ahli sekarang di peninggalan Inca dan Mesir.
Jadi ini ilmiah, didukung teknologi ilmu pengetahuan yang akurat sehingga tidak terjadi kerusakan struktur yang tidak perlu. Semoga.