Roti Buaya Khas Betawi, Simbol Kesetiaan Suami Kepada Istri
Buaya atau dalam bahasa latin disebut Crocodylidae merupakan salah satu binatang reptil yang ditakuti oleh manusia. Selain bentuk fisiknya yang menyerupai binatang purba, juga memiliki sifat yang agresif dan buas. Kemunculannya selalu menggegerkan, dan viral di media sosial.
Filosofi Roti Buaya
Tapi bagi masyarakat Betawi, buaya mempunyai makna lain dan mendapat tempat istimewa. Buaya dipandang sebagai binatang yang setia terhadap pasangannya. Buaya tidak pernah berganti pasangan maupun poligami, sepanjang hidupnya.
Sebab itu bagi pria lajang yang ingin menikahi gadis perawan dari keluarga Betawi maka wajib hukumnya menyertakan antaran berupa sepasang buaya yang berwujud roti buaya ketika seserahan.
Wujud roti yang mereplikasi bentuk hewan reptil itu, merupakan budaya Betawi yang diwariskan turun-temurun yang diugemi sampai sekarang. Oleh masyarakat Betawi, buaya dianggap sebagai lambang kesetiaan.
Bila buaya betina sedang bertelur, maka pasangannya buaya jantan akan menjaganya sampai telurnya menetas, tidak ditinggal nyeleweng, mencari pasangan baru.
Pengamat sosial dan budaya Universitas Indonesia, Devi Rahmawati mengatakan, roti buaya bukan hanya simbol, tapi juga pengharapan atau doa, agar sepasang pengantin yang baru menikah tersebut, dapat menjadi keluarga yang sakinah dan langgeng. "Orang asli Betawi masih menghormati warisan budaya tersebut, meski tidak semua," kata Devi.
Kendalanya, roti buaya harganya cukup mahal, tergantung kualitas dan ukurannya. Biasanya, bentuk roti buaya itu berukuran antara 50-70 cm, bahkan ada yang lebih besar, tergantung kemampuan ekonomi calon pengantin prianya.
Roti buaya pengantin sepasang harganya bisa mencapai Rp 300 ribu sampai Rp 600 ribu. Salah seorang perajin roti buaya di Rawa Belong, Lesmana mengatakan, roti buaya sekarang langka. Banyak pembuat roti buaya yang sudah tutup, karena pembelinya semakin berkurang.
Ditemui di tokonya, kawasan Jalan Kebayoran Lama Jakarta Selatan, Lesmana, menjelaskan dulu setiap pengantin Betawi, roti buaya tidak pernah ketinggalan sehingga banyak yang pesan.
Berbeda dengan sekarang. "Untuk bulan Februari 2023, yang pesan baru tiga orang, berukuran 120 centi meter," katanya. Seukuran itu Lesmana mematok harga Rp 600 ribu sepasang. Sedang yang lebih kecil Rp 500 ribu. "Roti buaya bikinan saya kualitasnya terjamin dan rasanya enak", ujarnya.
Ukuran Berbeda
Dua buah roti buaya yang diantarkan kepada keluarga calon pengantin perempuan itu ukurannya berbeda. Perbedaan itu untuk menunjukkan jenis kelamin, di mana ukuran roti buaya agak besar disimbolkan calon mempelai laki-laki sedangkan yang ukurannya agak kecil adalah calon mempelai perempuan.
Lebih dari kisah legenda itu, antaran roti buaya dalam tradisi nikahan orang Betawi mempunyai makna filosofis mendalam dan fakta-fakta lain yang barangkali belum banyak diketahui. Berikut informasi singkatnya yang dihimpun dari berbagai sumber, salah satunya dari buku warisan budaya Betawi .
Pertama, bagian dari melestarikan tradisi yang muncul dari cerita rakyat (folklor). Makna roti merupakan sarana dari masyarakat Betawi untuk melestarikan tradisi melalui pernikahan. Melalui roti tersebut, buaya dimaknai sebagai sumber kehidupan sekaligus wujud kepedulian orang Betawi terhadap lingkungan sekitar.
Sepasang roti buaya itu dimaknai sebagai dua orang yang akan membangun keluarga baru sekaligus menjadi penerus kehidupan.
Makna lain dari roti buaya itu bahwa, orang Betawi sangat menjaga adab, tidak hanya kepada orang lain, tetapi juga lingkungan sekitar. Dahulu, orang Betawi berkeyakinan bahwa setiap tempat ada penunggunya.
Kedua, simbol kesiapan melepas masa lajang sekaligus kesabaran. Dua roti buaya itu merupakan perlambang bahwa kedua calon pengantin telah siap menjadi sepasang suami dan istri.
Sementara simbol kesabaran, diambil dari perilaku buaya yang selalu sabar menunggu mangsanya. Makna filosofis lainnya adalah menyatukan dua karakter insan manusia tidak mudah. Itu sebabnya, sepasang suami maupun istri harus bisa saling memahami dan bersabar dalam menjalani kehidupan berumah tangga.
Ketiga, simbol kesetiaan dan melindungi. Makna lain dari seserahan roti buaya itu juga bersumber dari perilaku buaya jantan yang sepanjang hidupnya hanya menikahi satu betina. Perilaku buaya jantan ketika betinanya bertelur, akan sangat protektif terhadap ancaman predator lain.
Keempat, mulanya tidak dibuat dalam bentuk roti. Jauh sebelum muncul alat pembuatan roti, masyarakat Betawi membuat roti buaya itu dari anyaman daun kelapa dan kayu. Dan sejak kemunculan industri pembuatan roti yang diperkirakan terjadi pada abad 17-18, replika bahan pembuatan buaya itu diubah menjadi roti.
Kelima, seserahan roti buaya itu awalnya tidak untuk dimakan. Tempo itu, antaran roti buaya bukan untuk dimakan dan semakin keras roti tersebut akan semakin awet.
Setelah seserahan selesai, antara roti buaya itu akan ditempatkan di tengah ruangan acara resepsi nikah. Bila resepsi selesai, roti itu akan disimpang di atas lemari pakaian di kamar pengantin. Kondisi itu sengaja dibiarkan, hingga dimakan binatang renik. Hal itu merupakan perlambang bahwa semoga usia pernikahan itu bisa awet hingga maut memisahkan.
Tetapi dalam perkembangan, banyak pihak menilai bahwa roti itu mubazir bila tidak dimakan. Dan dalam Islam, sesuatu yang mubazir tidak disukai Allah dan Rasul Nya. Itu sebabnya, bahan pembuatan roti buaya juga mengalami perubahan dari yang biasanya berasa tawar kini rasanya manis dan bisa dimakan.
Tradisi pun juga berubah. Sepasang pengantin tidak lagi membawa antaran roti buaya itu ke kamar utama. Setelah prosesi ijab-kabul, roti buaya itu dipotong-potong untuk dibagikan kepada para tamu dan tetangga, terutama anak perempuan yang perawan. Mengapa anak perempuan? Bahasa orang Betawi biar ‘sawab’ atau ‘kesawaban’ yang artinya biar cepat menikah.
Bagi yang coba-coba ingin membuat roti buaya betawi, ini resep yang sederhana dan mudah.
Bahan yang digunakan antara lain 1000 gram tepung terigu, 250 gram gula pasir halus, 100 gram margarin atau mentega, 15 gram susu bubuk, 3 butir telur ayam, 25 gram ragi bubuk instan, 70 cc air es, 15 gram garam dapur, dan pewarna makanan secukupnya.
Cara Membuat Roti Buaya
Ambil satu wadah lalu masukan margarin atau mentega dan gula pasir halus kocok dengan menggunakan mixer.
Tambahkan tepung terigu, gula pasir halus, susu bubuk, ragi bubuk instan, garam dapur dan pewarna makanan aduk perlahan sampai tercampur rata. Masukan satu persatu telur ayam kocok hingga rata.
Tuangkan sedikit demi sedikit air es sambil di kocok kembali hingga merata. Agar adonan mengembang sempurna, diamkan dahulu selama kurang lebih 30 menit.
Ambil adonan secukupnya dan bentuk menyerupai dengan buaya. Terus bentuk sampai adonan habis. Letakkan di atas loyang yang telah dioles dengan margarin lalu masukan dalam oven dan panggang selama kurang lebih 25 menit atau hingga matang. Jika sudah matang keluarkan roti buaya dari dalam oven. Roti buaya sudah selesai dan siap untuk dinikmati sambil ngopi bareng.