Rokok Penyumbang Naiknya Kemiskinan Perkotaan, Lho Kok Bisa?
Meski kinerja ekonomi Pemerintah Jawa Timur cenderung positif, namun masalah kemiskinan perkotaan masih perlu mendapatkan perhatian. Sebab, sampai dengan pertengahan tahun 2018 ini, tingkat kemiskinan perkotaan di wilayah ini cenderung meningkat.
Data yang diperoleh ngopibareng.id menyebutkan, selama periode September 2017 sampai dengan Maret 2018, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik 2,16 ribu jiwa. Semula jumlah orang miskin di kota 1.455.45 ribu jiwa menjadi 1.457,61 ribu jiwa.
Kenaikan jumlah waga miskin perkotaan ini berbanding terbalik dengan kemiskinan di pedesaan. Di desa, jumlah orang miskin di Jatim justru menurun 74,85 ribu, dari 2.949,82 ribu jiwa menjadi 2.874,97 ribu jiwa. Dengan demikian, penurunan tingkat kemiskinan di pedesaan lebih baik dibanding perkotaan.
Biro Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi seperti padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dan lain-lain.
Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.
Menurut data yang dirilis Biro Perekonomian Jatim, ada tujuh komoditas makanan yang secara persentase memberikan kontribusi yang cukup besar pada garis kemiskinan makanan. Komoditas itu adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, gula pasir, tahu, tempe, dan daging ayam ras.
"Komposisi tersebut terjadi pada semua wilayah baik di perdesaan maupun perkotaan," tulisnya. Tidak disebutkan prosentase masing-masing komoditas makanan tersebut yang memberikan kontribusi besar terhadap kemiskinan.
Mengapa kemiskinan perkotaan naik, sementara kemiskinan di pedesaan turun? Adakah ini terkait dengan alokasi dana pedesaan yang terus meningkat? Lantas apa saja yang harus diperhatikan untuk menjaga agar kemiskinan di perkotaan tidak terus bertambah?
Dosen Fisip Unair Ucu Martanto, MA mengakui bahwa hampir sebagian besar kemiskinan di pedesaan di Indonesia, juga Jawa Timur, turun. Hal ini disebabkan masuknya dana desa yg sangat masif.
Hampir sebagian besar kemiskinan di pedesaan di Indonesia, juga Jawa Timur, turun. Hal ini disebabkan masuknya dana desa yg sangat masif.
"Sungguh pun jika diperbandingkan nilai dana desa dan alokasi dana desa yang digelontor dengan jumlah penurunan kemiskinan di pedesaan masih kurang maksimal," kata Ucu yang memang pakar dalam masalah kemiskinan ini.
Di perkotaan, lanjut Ucu, tidak ada alokasi dana masif bagi kelurahan untuk peningkatan kesejahteraan. Maka, yang pelru dilihat terkait masalah kemiskinan adalah komponen biaya untuk perumahan, makanan, air bersih, sanitasi, pendidikan, transportasi, dan kesehatan.
"Pemerintah harus mengurangi biaya-biaya yang dikeluarkan warga miskin dalam hal tersebut. BiSa melalui subsidi, tanggungrenteng komunitas, maupun kolaborasi CSR (corporate social responsibility)," tuturnya.
Komunitas-komunitas di pedesaan mulai tumbuh dengan baik. Pertumbuhan komunitas secara organik ini kemudian ditopang dengan keberadaan Bumdes (Badan Usaha Milik Desa) yang juga mulai berkembang.
Ekonom dari Universitas Brawijaya Malang Dr Dias Satria menguatkan pendapat Ucu. Menurutnya, penurunan kemiskinan di pedesaan Jatim membuktikan dana alokasi desa mulai menuai hasil. Dengan dana tersebut, desa bisa membangun dan berdampak kepada peningkatan kesejahteraan warga.
"Komunitas-komunitas di pedesaan mulai tumbuh dengan baik. Pertumbuhan komunitas secara organik ini kemudian ditopang dengan keberadaan Bumdes (Badan Usaha Milik Desa) yang juga mulai berkembang," katanya.
Jumlah dana desa yang diterima Jatim tahun 2018 ini sedikit meningkat dibanding dengan tahun 2017. Jika tahun lalu, besaran dana desa di Jatim mencapai Rp 6,339 triliun, tahun 2018 ini alokasi dana desa meningkat menjadi Rp 6,368 triliun. Jadi naik Rp 29,1 miliar.
Kenaikan itu tentu sangat jauh jika dibandingkan dengan lonjakan dana desa dari tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2015, dana desa untuk Jatim masih mencapai Rp 2,2 triliun. Dana desa itu lalu mengalami lonjakan yang hampir mencapai dua kali lipatnya. (arif afandi/tim ngopibareng)