Rokok Kretek dan PKI, Metamorfosis Kumbang Berbisa
Pada tanggal 28 Oktober 2022 berlangsung musyawarah nasional Perkumpulan Pabrik Rokok dan Petani Tembakau (P2RPT) di aula Masjid Agung Semarang. Peserta selain para petani tembakau, juga penguasa pabrik rokok kecil yang tergolong UKM.
Saya tidak bisa menolak permintaan mereka untuk menjadi “pembinanya" dan juga membuka munas kedua tersebut.
Menurut pendapat saya, mereka perlu dibina sebab rokok selain mempunyai nilai positif karena menunjang pajak yang besar untuk pemerintah dan juga menjadi sumber penghidupan masyarakat khususnya petani tembakau dan para pedagang kecil dan pengusaha pabrik rokok kecil.
Tembakau juga merupakan komoditi penting sebagai bahan “rokok ataupun cerutu“. Tembakau Deli dan Jember terkenal sebagai tembakau berkualitas tinggi di bursa tembakau di Bremen. Nilai jualnya lebih tinggi dibanding beras misalnya. Dan bagi saya yang penting bisa membantu “para petani dan pengusaha" kecil yang selama ini termarjinalkan.
Saya sedih iklan rokok selama ini yang berlebihan. Misalnya menggunakan gambar tengkorak sebagai kampanye anti merokok. Mestinya cukup dengan peringatan bahwa merokok dapat mengganggu kesehatan dan larangan merokok diruang kantor terutama di ruang ber-AC. Saya sendiri menghisap cerutu sesuai kebutuhan untuk menghilangkan stres seperti jutaan orang lain.
Upaya untuk ikut membina petani tembakau sudah saya lakukan ketika membantu alm Kiai Amin Hamid (Kajoran - Magelang) pada waktu masih akrif di PBNU. Terasa berbahagia ketika bisa mengatasi kesulitan mereka misalnya menandatangani surat permohonan kepada pabrik rokok besar agar membeli produk tembakau mereka yang melimpah. Lagi pula saya kelahiran Kudus, asal muasal roko kretek yang dciptakan oleh Alm Nitisemita. Rokok kretek khas Indonesia sehingga bagian dari budaya bangsa seperti halnya gudek, tahu dan batik.
Teman-teman petani tembakau mendorong saya berjuang agar Indonesia mengurangi impor tembakau dari negara lain khususnya dari RRC.
Metamorfosis PKI
(Sebagaimana banyak orang terpusat pada perhatian PKI setiap tanggal 30 Oktober). Bersama mereka yang pada masa lalu berhadapan melawan kekejaman dan kebiadaban PKI. Sambil bernostalgia kami saling tukar informasi bagaimana “metamorfosis“ eks Komunis sekarang dan kemungkinan akan menjelma menjadi kepompong dan suatu saat berubah menjadi kumbang merah yang berbisa. Tentu saja hal itu bisa terjadi seperti pengalaman masa lalu yang tiba-tiba menerkam dari belakang.
Jangan salah fokus dalam melihat lawan, kalau Salafy, Syiah adalah kompetitor dalam berdakwah yang harus dihadapi dengan metode dakwah yang didasarkan ketinggian ilmu kita sesuai dengan ajaran Ahlussunnah waljamaah dan diiringi dengan dakwah bilkhal. Kaum metomorfosis komunis itu memanfaatkan wabah materialisme dan kegandrungan pada peradaban sekularisme Barat untuk mencari pengaruh.
Kesenjangan ekonomi adalah ladang subur bagi mereka yang secara tidak kita sadari masih menyimpan dendam kesumat. Mari kita hadapi dengan pikiran jernih dan menjaga semangat tali persaudaraan sebagai satu bangsa dalam menpersiapkan diri. Kalau kita siap siaga dan tahu gerakan dan kiat mereka, maka proses metamorfosis kaum komunis akan terkendala dan gagal menjadi kumbang.
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat sosial politik, Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama 2022-2027, tinggal di Jakarta.