Rocky Gerung: Surat Jokowi Tidak Sakti di Depan Presiden FIFA
Tidak ada gunanya memperpanjang polemik Indonesia batal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Hanya akan menambah gaduh dan menimbulkan masalah baru.
Pengamat sosial politik Rocky Gerung melihat dalam kejadian ini Presiden Jokowi cenderung menyalahkan Gubernur Bali Wayan Koster dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo yang menolak Timnas Israel main di daerahnya, karena Israel dianggap penjajah.
"Saya heran kalau ada seorang presiden menyalahkan pejabat negara yang konsisten pada konStitusi," kata Rocky dalam sebuah pernyataan di Jakarta, Senin 3 April 2023.
Menurut Rocky, penyelenggaraan Piala Dunia U-20 ini adalah urusan antar negara, bukan urusan gubernur. Sebab itu kalau FIFA mencoret Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 lantaran ada dua gubernur yang menolak, maka diplomasi Jokowi di dunia internasional patut dipertanyakan.
"Masak presiden kalah dengan Koster dan Ganjar, suara mereka langsung didengar oleh FIFA," kata pengamat politik yang suka ceplas-ceplos tanpa rasa takut tersebut.
Buktinya, presiden sudah memerintahkan Ketua PSSI Erick Thohir menghadap Presiden FIFA di Doha dengan membawa surat sakti dari Presiden Jokowi. "Ternyata surat sakti presiden Jokowi tidak sakti di depan Presiden FIFA Gianni Infantino, Indonesia dicoret dari tuan rumah piala dunia U-20," kata Rocky.
Ia menyebut satu hal yang terang benderang dalam adu pendapat Presiden Joko Widodo dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyangkut penyelenggaraan Piala Dunia U-20 adalah keduanya tidak bertolak dari kepentingan orang banyak.
Sama-sama berkoar demi masyarakat, mereka sesungguhnya hanya melayani kepentingan sendiri. Jokowi menginginkan Indonesia menjadi tuan rumah. Ini ambisi megalomania seperti ketika dia mendorong penyelenggaraan MotoGP di Mandalika dan pembangunan daerah wisata premium di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
Kedua proyek itu menggusur warga lokal dari tanah leluhurnya, bahkan merampasnya tanpa ganti rugi. Contoh lain, pembangunan ibu kota baru di Sepaku, Kalimantan Timur, tanpa mempedulikan kondisi keuangan negara yang morat-marit.
Partai pimpinan Megawati Soekarnoputri, di lain pihak, menolak Piala Dunia U-20. Mereka memprotes keikutsertaan Israel dan mengaku berempati pada perjuangan kemerdekaan Palestina.
Padahal Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Zuhair Al-Shun, tenang-tenang saja. Dia menyatakan negaranya sama sekali tidak keberatan kesebelasan Israel berlaga di Indonesia.
Yang menggelikan dari sikap PDIP itu adalah tepat setahun lalu Puan Maharani, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, politikus partai yang juga putri Megawati, justru menjamu empat anggota parlemen Israel dalam Sidang Inter-Parliamentary Union di Bali.
"Kita tidak tahu ada apa di balik perseteruan Jokowi dengan PDIP. Yang pasti, hasil akhirnya masyarakat kehilangan kesempatan berharga menyaksikan laga Piala Dunia di halaman rumah sendiri," katanya.
Tingkah polah pemangku kekuasaan yang diperagakan oleh PDIP dan Jokowi bukanlah hal baru. Lini masa politik elite di negara ini diwarnai politik dagang sapi. Tak peduli apakah mereka bertentangan atau berangkulan, kepentingan orang banyak dan norma-norma demokrasi selalu diabaikan.
Setelah keluarnya keputusan FIFA, Jokowi dan Ketua Umum PSSI Erick Thohir meminta masyarakat legawa dan mengaku mendapat pelajaran berharga lewat kejadian ini. "PDIP menyatakan sedih dan menyalahkan FIFA. Tak lebih dari basa-basi, kedua pendapat dapat dibaca sebagai sikap cuci tangan dan strategi keluar agar tak berlarut-larut dihujat orang banyak", ujar Rocky.
Advertisement