Rocky Gerung dan Bahtsul Masail
Aneh juga, tadi malam saya bangun agak telat 03.50 a.m. Malam itu saya justru bermimpi Rocky Gerung; lelaki bebas yang bernalar sehat. Entahlah, meski saya penggemar berat Bang Rocky, tidak pernah sekalipun saya bermimpi tentang dia.
Mungkin mimpi itu karena saya tidur lebih cepat dari 'biasanya' pukul 21.30. Bunda mengajak saya menutup warung Soto Madura yang kami rintis. Warung Soto Madura itu memang mimpi saya sejak lama. Baru 1 Agustus 2021, saya undang teman-teman dosen secara terbatas untuk meresmikannya. Tidak rame-rame karena lavi Plandemi. Doa pembukaan dipimpin oleh rekan saya Prof Teguh Yuwono. Sarjana Filsafat dari Universitas terkemuka di Indonesia; UGM. Sejak awal saya terlibat diskusi dengan Prof Teguh saya merasakan orang itu sangat berisi. Saking berisinya, sejak saat itu saya panggil saja profesor.
Kembali pada mimpi saya itu' --Rocky dimata saya memang sangat istimewa' --'par excellent. Tidak banyak Allah memberikan kehebatan berfikir pada manusia di tengah zaman edan seperti sekarang. Zaman ini betul-betul menguras energi. Mulai dari plandemi Covid 19, ketidakbecusan penanganannya hingga jebolnya anggaran negara 1000 triliun tanpa hasil.
Duh, Gusti, belum kematian warga yang mencapai ratusan ribu mengiringi praktik kesehatan yang semakin buruk rupa. Ada bisnis vaksin, obat asli hingga palsu, masker, alat kesehatan, semua itu ikut memperburuk wajah Indonesia sebagai negara yang harus dihindari. Di tangan Presiden Joko Widodo dan kabinetnya, negeri ini betul-betul terpuruk hingga ke titik nadir.
Sekarang ini anak-anak dan mahasiswa sudah hampir 2 tahun tidak masuk sekolah dan masuk kuliah. Bayaran sekolah tetap. Apa susahnya mengelola pendidikan dengan protokol kesehatan yang ketat. Apa susahnya mengatur manusia terdidik seperti siswa dan mahasiswa. Rezim pendidikan kita sekarang ini lebih takut pada kerumunan dibanding pada loss generation.
Menterinya cuma cengar-cengir tak punya ide dan pasrah pada keadaan. Bikin kebijakan justru bukan kebijakan. Maklumlah, anak bau kencur disuruh memimpin kementerian strategis penentu masa depan. Apa tidak ada lagi profesor doktor bidang pendidikan yang bisa dipercaya lagi dinegeri ini. Lalu untuk apa orang yang buta pendidikan disuruh mengurus pendidikan kalau bukan untuk merusak dunia pendidikan itu sendiri. Coba mikir. Soal kiprah dan peran Muhammadiyah dan NU saja tidak paham, kok ya disuruh mikir dan ngurus pendidikan. Kata orang Pacitan, La piye kareppe?
Bahtsul Masail
Semua persoalan bangsa seperti itu memang menjadi sajian makan siang Rocky Gerung setiap hari. Diam diam bunda punya kegemaran menonton Rocky Gerung. Dia subscribe channel Rocky bersama Mas Hersubeno Arif yang ngetop itu. Saya sendiri meski penggemar berat Rocky tidak sampai seintens Bunda mengikuti Channel itu. Rocky memang sangat komprehensif jika membahas masalah-masalah bangsa ini setiap hari. Ia bahkan mengalahkan bahtsul masailnya Nahdlatul Ulama dari sisi frekuensi masalah yang dia bahas. Bahkan pada titik tertentu saya berkeyakinan bahwa analisis Rocky Gerung justru lebih bening karena terbebas dari kepentingan jangka pendek yang berdebu.
Rocky adalah realitas empirik yang kita punya. Dia public intellectual yang berani berkata benar dengan nalar akal sehat manusia. Dia terbebas dari kepentingan sempit dan pendek sebagaimana yang sering hinggap di kepala para tokoh dan politisi kita. Rocky itu memiliki genuinitas tersendiri yang membedakan secara kontras mana pikiran yang lahir dari akal sehat dan mana yang akal bulus. Disitu Rocky menemukan dirinya sebagai filosof modern yang punya power sangat besar untuk menerangi bangsa dalam kegelapan pikiran pemimpinnya itu.
Rocky hadir dalam dinamika problematika bangsa yang sangat akut. Memang butuh bom sekelas Hiroshima dan Nagasaki untuk menyadarkan para pemimpin bangsa yang memerlukan kebutuhan khusus ini. Harus ada terapi khusus untuk mengobati penyakit para pemimpin kita. Sebab isi otaknya tidak cukup untuk mengunyah masalah yang timbul dari praktik kesalahan kebijakan yang dibuatnya sendiri. Walhasil, mereka hanya melahirkan monster-monster yang menakutkan warganya. Lihat Satpol PP' mereka tanpa sadar telah bertindak seperti anjing-anjing pelacak yang siap menerkam warga.
Mereka bertindak kasar pada sesama anak bangsa tanpa perasaan bahwa tindakan itu justru menghinakan diri mereka sendiri. Semua itu terjadi karena kesalahan kebijakan yang tak jelas arah dan tujuannya. Banyak tafsir kebijakan yang justru bertabrakan ketika dipraktikkan di lapangan. Lagi-lagi orang bertanya, apa iya sekarang ini betul-betul zaman edan? Wassalam.
Fathorrahman Fadli
Direktur Eksekutif Indonesia Development Research/IDR, Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Pamulang.
Advertisement