Roadmap Menuju PT Bertaraf Internasional
Jika perguruan tinggi anda ingin dipercaya publik dan mendapatkan jumlah mahasiswa yang stabil, bahkan meningkat maka perguruan tinggi kita harus leading pada sejumlah ‘liga-liga’ pemeringkatan prestasi, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah baik di kementerian di pusat maupun di tingkat dibawahnya, misalnya LLDikti setempat.
Bahkan tidak hanya pada level nasional, tetapi dituntut untuk listed pada sejumlah database perangkingan perguruan tinggi global.
Bahasan tentang perangkingan perguruan tinggi ini mengemuka pada kegiatan focus grup discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Universitas Islam Malang pada Jumat, 6 September 2024.
Kegiatan ini mempertemukan jajaran manajemen yang baru UNISMA dengan perwakilan alumninya untuk menggali masukan sekaligus jejaring dengan para alumni untuk pengembangan UNISMA.
Rektor UNISMA Prof. Drs. Junaidi Mistar, MPd, PhD memaparkan target capaian selama empat tahun ke depan, yaitu pada tahun 2024 hingga 2028 adalah bagaimana mewujudkan UNISMA sebagai Entrepreneurial University.
“Jika tahapan ini dilalui sesuai rencana indicator yang ditetapkan, maka berikutnya adalah tarjet pencapaian menjadi perguruan tinggi internasional (world class university [WCU).
Hadir pada kegiatan FGD ini para wakil rektor, dekan dan pejabat penting lainnya. Dari alumni yang hadir dari berbagai latar profesi, mulai pengusaha, pengacara, praktisi luar sekolah, pegiat sosial, politisi, akademisi hingga praktisi konstruksi.
Salah satu yang hadir pada kegiatan ini adalah Dr. Yusuf Amrozi, M.MT, peneliti world class university dari UIN Sunan Ampel Surabaya. Menurut Yusuf, perguruan tinggi tentu memiliki tahapan yang berbeda beda. Namun demikian, ada pola atau tahapan yang bisa ditempuh oleh perguruan tinggi untuk menjadi WCU.
Tahapan itu secara sistematis dimulai dengan tahapan; Teaching University, Research University, Innovation University, Entrepreneur University, yang ending-nya diharapkan pada World Class University.
Roadmap menuju WCU
Menurut Yusuf yang alumni S1 Teknik Elektro UNISMA Angkatan tahun 1995 ini, sebagai lembaga Pendidikan tinggi, tentu pndidikan atau pengajaran adalah basis utama.
Pendidikan atau transformasi pengetahuan pada peserta didik untuk menghasilkan lulusan dengan pengetahuan, sikap serta keterampilan tertentu pada jenjang pendidikan tinggi adalah core business utama yang dikerjakan, selain tentu kewajiban 2 dharma perguruan tinggi yang lain.
Tetapi pengajaran atau pembelajaran memiliki porsi yang lebih besar. Dengan demikian secara tradisional fase Teaching University adalah hal fundamental yang harus dituntaskan. Artinya bagaimana perguruan tinggi memiliki ciri dalam pembelajarannya, sehingga menghasilkan lulusan yang mempunyai kompetensi dan pembeda dengan lulusan PT yang lain.
Di sisi lain efisiensi pada manajemen operasi (pengelolaan pendidikan) tentu menjadi prasyarat kunci. Dengan demikian pilihan untuk focus hanya pada Teaching University tentu tidak salah, berdasar pada visi dan kebutuhan PT pada saat itu.
Jika sukses pada Teaching University, maka dapat melanjutkan ke fase berikutnya yaitu Research University. Fase Research University adalah dimana perguruan tinggi tidak hanya menjadikan penelitian atau pengabdian hanya untuk menggugurkan kewajiban, tetapi mencoba menjadikannya sebagai value added untuk mendongkrak reputasi perguruan tinggi.
Dengan demikian perguruan tinggi harus memiliki daya dukung sumberdaya yang lebih untuk itu, dana penelitian dan publikasi yang cukup signifikan, serta tentunya lebih intens dalam berkolaborasi dengan industri, lembaga pemerintah, lembaga sosial dan lainnya.
Oleh sebab itu penelitian merupakan bagian integral dari kegiatan universitas, dimana mahasiswa bahkan alumni menjadi bagian dari entitas tersebut untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan penelitian.
Bahkan bagi perguruan tinggi yang berorientasi pada perguruan tinggi bertaraf global, kinerja penelitian adalah harga mati, kira kita begitu.
Hampir tidak ada World Class University (WCU) yang tidak menekankan pada kinerja penelitian dan publikasi, baik pada lembaga pengindeks QS-WUR, ARWU, THE, UNIRank, dan lainnya.
Lembaga pengindeks perguruan tinggi global QS-WUR memberi skor penelitian ini sebesar 60 %. Angka 60 % tersebut adalah saya gabungkan dari bobot academic reputation sebesar 40 %, dan citations per faculty 20 %.
Manakala iklim dan kondisi Research University sudah berjalan, maka fase yang menjadi luaran berikutnya adalah Innovation University. Oleh karena itu, yang nampak secara signifikan dari fase ini adalah inovasi dan product knowledge atau produksi pengetahuan dari civitas akademika.
Perguruan tinggi sudah tidak lagi ribet dengan permasalahan pembelajaran atau redain kurikulum karena itu meniscayakan dinamisasi. Demikian pula tidak boleh lagi tersandera dengan minimnya dana riset. Karena dengan inovasi dan invensi suatu produk dan teknologi, maka akan mengundang pihak mitra yang dalam hal ini industri untuk berkolaborasi. Maka fenomena hilirisasi ini akan ditriger oleh Innovation University, yang sebelumnya didahului oleh Research University tersebut.
Jika hal itu terjadi, diharapkan akan masuk pada tahap ke empat dengan apa yang disebut dengan Entrepreneurial University. Sebenarnya gagasan tentang Entrepreneurial University ini sudah pernah diperkenalkan oleh Etzkowitz (1983).
Menurut Etzkowitz entrepreneurial university harus dipahami sebagai academic institutions that promote economic development and the “capitalization of knowledge.”
Dengan demikian, konteks itu sebenarnya untuk menggambarkan fenomena upaya sejumlah perguruan tinggi dalam mengorkestrasi sumber daya yang dimiliki guna memperoleh sumber pendanaan, seiring dengan semakin berkurangnya bantuan atau subsidi dari pemerintah. Oleh sebab itu perguruan tinggi boleh dibilang memiliki ‘2 kamar’ sekaligus, yaitu academic institution, dan business institution.
Artinya luaran dari penelitian dan inovasi didayagunakan secara maksimal untuk income generating perguruan tinggi. Oleh sebab itu di sejumlah negara misalnya di Amerika, perguruan tinggi yang listed di WCU rank adalah priviate university melalui pola-pola seperti diatas.
Berkaca dari hal tersebut nampaknya kementerian memiliki kebijakan untuk melakukan ‘privatisasi’ perguruan tinggi publik melalui format tata kelola Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH).
Maka dengan kekuatan sumberdaya untuk menghasilkan resilensi kelembagaan termasuk dari sisi finance tersebut, jejaring dengan mitra industri, serta dengan reputasi akademiknya diharapkan dapat menunjang visi menjadi perguruan tinggi internasional (WCU).
Pertanyaannya adalah: Apa dan bagaimana ukuran dari suatu perguruan tinggi bertaraf internasional?
Jawabannya tentu tidak sulit tetapi untuk menuju kesana yang tidak mudah, tetapi bukan tidak mungkin. Asal masuk pada list lembaga-lembaga pengindeks PT global tersebut, melalui upaya serius dan strategi yang tepat dengan tahapan yang sistematis seperti diatas. Memang sampai saat ini perguruan tinggi di Indonesia masih belum ada yang masuk pada 100 besar pada ‘liga-liga’ WCU rank.
Namun demikian Yusuf yang juga sekretaris LPTNU Jawa Timur ini mengingatkan bahwa ada parameter normatif yang bisa menjadi acuan WCU, misalnya; unggul dalam riset dan publikasi, jaminan kesejahteraan akademisi untuk menghasilkan product knowledge, tata kelola perguruan tinggi yang sehat dan independen, dukungan sumberdaya untuk menunjang program internasionalisasi, serta iklim ekosistem pendidikan yang mendukung.