RKUHP Akan Disahkan Hari Ini, Komnas HAM Angkat Bicara
Pemerintah dan DPR sepakat mengesahkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-undang pada hari ini, Selasa, 6 Desember 2022.
Sementara penolakan terhadap beberapa pasal yang dianggap membahayakan kebebasan menyampaikan pendapat terus diteriakkan oleh praktisi hukum, masyarakat dan akademisi.
Komnas HAM menilai, ada pasal-pasal di RKUHP yang pro terhadap penegakan HAM, di samping pasal-pasal yang dianggap rawan pelanggaran HAM.
Pasal-pasal yang dianggap pro terhadap HAM yaitu:
Pertama, penghapusan Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik dalam Pasal 440 RKUHP.
Kedua, penghukuman pejabat publik atau pelaku yang melakukan intimidasi, dan penyiksaan diproses penegakan hukum dalam Pasal 529 RKUHP.
"Seperti yang kita ketahui, pasal ini merupakan pengakuan terhadap konvensi anti-penyiksaan yang sudah kita ratifikasi tahun 1998. Dan sekarang sudah diadopsi ke KUHP, sehingga pelaku penyiksaan itu diancam dengan pidana," ungkap Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM RI Abdul Haris Semendawai dalam keterangan pers, Selasa, 6 Desember 2022.
Selain itu, Komnas HAM mendukung RKUHP dalam menormalkan pidana kerja sosial, dan pengawasan sebagai salah satu bagian pidana pokok Pasal 65 ayat (1) RKUHP.
"Ketiga, juga kita berikan apresiasi karena untuk sanksi itu tidak hanya berupa penjara, tetapi juga pidana kerja sosial dan pengawasan sebagai adalah satu pidana pokok," tuturnya.
Abdul Haris menyebut, pidana kerja sosial akan memengaruhi jumlah terpidana di penjara yang jumlahnya saat ini over capacity. Abdul Haris menuturkan, kondisi penjara yang over capacity kerap menimbulkan pelanggaran HAM.
"Yang menurut kita akan sangat berimplikasi pada jumlah terpidana yang harus menjalani hukuman di penjara. Kita tahu bahwa mereka itu sudah sangat membeludak dan menimbulkan pelanggaran HAM," kata dia.
Pasal yang Harus Dihapus
Sebelumnya, Komnas HAM mendesak agar beberapa pasal dalam RKUHP dihapus. Pasal-pasal tersebut dinilai Komnas HAM menghalangi penyelesaian perkara dan rawan melanggar HAM.
Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Uli Parulian Sihombing membacakan 3 desakan Komnas HAM atas RKUHP. Selain desakan soal genosida dan kejahatan kemanusiaan, dia menyebut pasal kebebasan beragama, pasal tentang aborsi dan penghinaan presiden serta wapres.
"Komnas HAM mendesak agar, satu, tindak pidana khusus, dalam hal ini genosida dan tindak kejahatan kemanusiaan ke dalam RKUHP dihapuskan. Karena dikhawatirkan menjadi penghalang adanya penuntutan atau penyelesaian kejahatan yang efektif, karena adanya asas dan ketentuan yang tidak sejalan dengan karakteristik khusus genosida dan kejahatan kemanusiaan," ucap Uli.
Lalu desakan kedua adalah soal pasal-pasal yang dinilai memberi ruang pelanggaran HAM serta mengekang kebebasan berpendapat. Dia memaparkan pasal-pasal yang dimaksud, yaitu:
1. Pasal 300 tentang Hak atas Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan.
2. Pasal 465, 466, dan 467 tentang Aborsi agar tidak mendiskriminasi perempuan.
3. Rancangan Pasal 218, 219, 220 tentang Tindak Pidana Penghinaan Kehormatan atau Martabat Presiden dan Wakil Presiden.
4. Rancangan Pasal 263 dan 264 Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebaran Berita atau Pemberitahuan Palsu.
5. Rancangan Pasal 349-350 soal Kejahatan terhadap Penghinaan Kekuasaan Publik dan Lembaga Negara.
"Pasal-pasal tersebut berpotensi menimbulkan pelanggaran atas hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, berserikat dan berpartisipasi dalam kehidupan budaya sebagaimana dijamin dalam Pasal 28 E UUD 1945 dan Pasal 15 Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya," tuturnya.
Desakan terakhir adalah agar pemerintah dan legislator mendengarkan dan mempertimbangkan masukan masyarakat tentang RKUHP. Komnas HAM berharap dengan mendengarkan masukan tersebut, sistem hukum pidana tetap berada dalam koridor penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia.
Advertisement