Riwayat Perjalanan Jalan Kembang Jepun pada Masa Kolonial Belanda
Keberadaan Jalan Kembang Jepun di Surabaya yang sekarang kita kenal sebagai kawasan Pecinan dan terkenal dengan "Kya-Kya", ternyata memiliki sejarah dan perjalanan yang panjang.
Jalan Kembang Jepun pada masa sebelum pendudukan Jepang sejak tahun 1942-1945, dahulunya merupakan pusat berkumpulnya orang-orang Jepang di Surabaya pada masa kolonial Belanda.
Ketua Puri Aksara Rajapatni sekaligus Pemerihati Sejarah Surabaya, Nanang Purwono, menjelaskan bahwa keberadaan warga Jepang telah terekam pada masa kolonial Belanda, yakni sekitar akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Menurutnya, anggapan bahwa orang Jepang yang tinggal di Surabaya yang hanya seumur jagung alias hanya sekitar 3,5 tahun sejak tahun 1942-1945 tersebut, sangatlah keliru.
"Banyak toko dan perusahaan Jepang telah berdiri pada masa itu, sebelum Perang Dunia pertama dan bahkan sebelum tentara Jepang masuk ke Hindia-Belanda pada tahun 1942. Yang terkenal adalah Toko Chiyoda dan hotel Yamato," ujarnya, pada Sabtu, 27 Januari 2024.
Menurutnya jumlah warga Jepang yang telah bermukim di Surabaya saat itu berjumlah sekitar 700 orang. Mereka kebanyakan berprofesi sebagai pedagang.
Dengan komposisi yang mayoritas para pedagang, kekuatan ekonomi yang dibangun warga Jepang juga tumbuh pesat karena keuletan mereka saat bekerja.
Bahkan produk-produk yang mereka perdagangkan adalah produk asli buatan Negeri Matahari Terbit tersebut.
"Mereka memiliki produk-produk buatan asli Jepang dan mendirikan toko yang kemudian sangat fenomenal pada masa pendudukan Hindia-Belanda," tambahnya.
Nanang, yang juga bagian dari komunitas Begandring Soerabaja ini juga menuturkan, bahwa kawasan Kembang Jepun adalah pusat wakil pemerintah Jepang di Surabaya.
“Saya menduga kuat bahwa kantor konsulat Jepang ada di Kembang Jepun, tepatnya di gedung yang bersebelahan dengan gedung Radar Surabaya sekarang," terangnya.
Selain itu, penamaan Jalan Kembang Jepun juga tidak terlepas dari fenomena lainnya. Nanang menjelaskan, nama ini disematkan karena adanya pusat gadis Jepang (Jepun) di kawasan itu.
“Nama Kembang Jepun ini keluar karena tempat itu menjadi areanya gadis-gadis Jepun atau Jepang pada masa kolonial Belanda dahulu," katanya.
Oleh sebab itu, ketika mengacu pada banyaknya toko dan kantor di Jalan Kembang Jepun dan banyaknya gadis-gadis Jepang yang tampak di sana, maka jalan ini lebih layak untuk disebut sebagai Kampung Jepang.
"Ini selaras dengan nama jalan Kembang Jepun yang dahulu, saat era kolonial bernama Handelstraat atau Jalan Perdagangan dalam bahasa Indonesia," pungkasnya.