Ritual Adat Suku Pedalaman untuk Pangeran Philip
Wafatnya Pangeran Philip di usia 99 tahun, juga berdampak pada suku pedalaman di Kepulauan Pasifik. Mereka adalah suku penghuni Pulau Tanna di Vanuatu, bekas daerah persemakmuran Inggris dan Prancis di masa lalu.
Dilansir dari BBC, penduduk di Pulau Tanna mengaku sedang melangsungkan ritual berduka yang akan berlangsung beberapa hari mengikuti wafatnya Pangeran Philip.
"Hubungan antara penduduk di Pulau Tanna dan penduduk Inggris sangat kuat. Kami mengirimkan duka cita kepada keluarga kerajaan dan penduduk Inggris," kata Kepala Suku Yapa, dikutip dari Reuters, pada Senin 12 April 2021.
Hingga minggu depan, penduduk suku pedalaman yang menolak cara hidup modern itu, akan berkumpul secara periodik untuk menggelar acara bagi Pangeran Philip. Bagi mereka, Pangeran Philip dianggap sebagai "titisan ruh yang sangat kuat dari Tuhan yang bersemayam di salah satu gunung ciptaanya," kata Antropoligis Kirk Huffman.
Suku ini menurutnya akan menggelar sejumlah acara, seperti tarian, upacara adat, menunjukkan barang-barang yang berkaitan dengan Pangeran Philip, sedangkan penduduk laki-laki akan menenggak kava, minuman khas dari akar tanaman kava yang disediakan di setiap acara adat.
Acara ini akan dipuncaki dengan "pertemuan suci" sebagai puncak masa berduka. "Akan berlangsung pameran besar-besaran tentang kekayaan penduduk," yang terwujud dalam bentuk yams dan tanaman kava, kata jurnalis di wilayah Vanuatu, Dan McGarry. "Juga termasuk babi, sebagai sumber utama protein. Akan ada banyak babi yang disembelih untuk puncak acara itu," katanya.
Diketahui, penduduk suku pedalaman di Tanna tersebut mempertahankan cara hidup anti modern, meski mereka berada beberapa kilometer dari bandara terdekat di Vanuatu. "Mereka memilih cara hidup menghindari pola modern. Ini bukan jarak fisik, tetapi jarak metafisik. Mereka berjarak 3.000 tahun dari peradaban modern," kata Garry. (Bbc)