Risma Klaim Daya Beli Masyarakat Surabaya Meningkat
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan Surabaya yang merupakan kota terbesar kedua setelah Jakarta, pertumbuhan ekonominya selalu lebih tinggi dibanding nasional dan provinsi.
Demikian diungkap Risma saat menjadi pembicara dalam sesi ketiga forum United Cities Local Goverment (UCLG) Asia-Pacific (Aspac) bertema kerjasama bidang bisnis dan perdagangan.
"Pada tahun 2010, daya beli masyarakat yang rendah ada di kisaran 43 persen, sedangkan menengah atau sedang berada di kisaran 42 persen, dan sisanya merupakan daya beli tinggi," katanya.
Namun, lanjut Risma, tahun 2016 dari hasil survei daya beli masyarakat yang rendah tinggal 8 persen. Kemudian yang sedang turun jadi 41 persen. dan sisanya 51 persen daya beli tinggi.
"Itu artinya ada lompatan jauh dari daya beli yang rendah ke daya beli yang tinggi. Padahal seharusnya kan dari rendah ke menengah dulu. Ini tidak, langsung melompat ke tinggi. Jadi, berarti telah terjadi pergerakan ekonomi yang sangat cepat," kata Risma, di Dyandra Convention Center, Rabu, 12 September 2018.
Selain itu, ia juga mengatakan bahwa Pemkot Surabaya banyak bekerjasama dengan kota-kota di berbagai negara di dunia. Masing-masing kota itu, kata Risma, memiliki spesialis dalam bidang kerjasamanya.
"Saya bermimpi suatu saat nanti, kerjasama ini bisa digunakan oleh pengusaha untuk meringankan beban kotanya masing-masing," kata dia.
Sementara itu, di forum yang ke empat, Risma berbicara tentang berbagai inovasi yang telah dilakukan oleh Pemkot Surabaya selama kepemimpinannya. Ia bercerita tentang pengoperasian Suroboyo Bus yang dibayar menggunakan sampah botol plastik.
"Saat ini, sampah botol plastik terkumpul sangat banyak dan akan segera dilelang. Hasilnya, nanti akan dibuat untuk operasional bus itu," ujarnya.
Selain itu, kata Risma Pemkot Surabaya, juga sedang membuat matras yang terbuat sampah sandal jepit. Sampah itu kemudian dijadikan jogging track yang akan dimanfaatkan di salah satu ruang publik di Surabaya. (frd/wit)