Risma Bangga PLTSa Surabaya Jadi Percontohan di Indonesia
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini bangga, Surabaya menjadi kota pertama yang dinilai berhasil mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dan menjadi percontohan di Indonesia.
Keberhasilan Surabaya memanfatkan sampah untuk pembangkit tenaga listrik, membuat Risma diundang secara khusus oleh Presiden Jokowi di rapat kabinet terbatas di Istana Negara, Selasa 16 Juli 2019 pukul 13.30 WIB. Risma diminta untuk menularkan ilmunya soal pengembangan PLTSa.
"Saya diminta memaparkan tentang pembangunan dan pengembangan PLTSa di Surabaya," kata Risma kepada ngopibareng.id, saat tiba di Istana Negara.
Wali Kota Surabaya didampung Kepala Bappeko Eri Cahyadi selaku Plt Kepala Dinas Kebersihan. Presiden Jokowi juga mengundang enam gubernur dan 11 wali kota untuk merencanakan pengembangan PLTSa di seluruh Indonesia.
Sementara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan 12 Pembangk Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) siap beroperasi tahun ini hingga 2022 mendatang. Total daya yang bisa dihasilkan dari 12 PLTSA tersebut bisa mencapai 234 Megawatt (MW).
Menteri ESDM Ignasius Jonan merinci keberadaan dan opersional 12 PLTSa. Untuk tahun 2019, rencananya ada dua PLTSa yang beroperasi. PLTSa pertama berada di Surabaya. Daya yang dihasilkan PLTSa bernilai investasi US$49,86 juta tersebut. PLTSa kedua berada di Bekasi. PLTSa tersebut bernilai investasi US$120 juta dengan daya 9MW.
Namun masih ada kemungkinan operasi PLTSa di Bekasi ini mundur ke 2021, karena pengembang listrik swasta yang berminat PT Nusa Wijaya Abadi menunggu persetujuan studi kelayakan dari PT PLN (Persero).
Untuk 2021, PLTSa yang bisa beroperasi berada di Solo, Denpasar, dan Palembang. Total daya yang bisa dihasilkan dari PLTSa di tiga wilayah yang menelan investasi US$297,82 juta tersebut mencapai 50 MW.
Sementara itu pada 2022, ada delapan pembangkit yang akan beroperasi. PLTSa tersebut tersebar di DKI Jakarta, Bandung, Tangerang, Semarang, Makassar, Tangerang Selatan, dan Manado dengan total daya 164 MW dan menelan investasi total US$1,19 miliar.
"Seluruh rencana pembangkit ini setidaknya bisa mengolah sampah sebanyak 16 ribu ton per hari, untuk kemudian menjadi listrik yang akan dibeli PLN," kata Jonan.
Menurut Jonan, rencana operasi PLTSa tersebut muncul setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan program Pembangunan PLTSa. Di dalam aturan tersebut, pemda bisa menugaskan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), BUMN, atau swasta untuk membangun PLTSa dan nanti akan mendapatkan bantuan Biaya Layanan Pengolahan Sampah (BLPS) kepada pemda maksimal Rp500 ribu per ton sampah.
Kemudian, nilai investasi dan kemampuan daya masing-masing rencana PLTSa ini bervariasi. Pasalnya, teknologi serta kemampuan pengolahan sampah masing-masing PLTSa berbeda-beda. Perbedaan tersebut akan berpengaruh ke nilai jual listrik dari pengembang ke PLN.
Namun, saat ini Kementerian ESDM mengaku tengah melakukan formulasi harga pembelian listrik yang tepat sehingga nantinya bisa digunakan sebagai dasar Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) antara PLN dan pengembang.
"Kami sudah siapkan formulasinya, dan di dalam perpres tersebut, kami memang ditugaskan untuk menetapkan harga dan formula pembelian listrik oleh PLN," ujarnya.
Jonan berharap, pembangunan PLTSA ini bisa mendongkrak target penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebesar 23 persen di dalam bauran energi pada 2025 mendatang. Sebagai informasi, hingga akhir 2018 lalu, pembangkit listrik bertenaga EBT baru mencapai 12,4 persen dari total kapasitas pembangkit yang beroperasi.