Risiko Kredit Cukup tinggi, OJK Jember Minta BPR Waspada Peningkatan Jumlah Kredit Bermasalah
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jember meminta pengurus Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah, di wilayah kerja OJK Jember mewaspadai peningkatan jumlah kredit bermasalah.
Hal itu disampaikan Kepala OJK Jember Hardi Rofiq Nasution dalam rapat evaluasi BPR dan BPRS Sekarkijang (keresidenan Besuki dan Lumajang), di Solo, Senin, 06 Mei 2024.
Hardi dalam keterangan tertulis yang diterima Ngopibareng.id mengatakan, sampai akhir tahun 2023 perekonomian Jawa Timur menunjukkan pertumbuhan sebesar 4,95% (yoy). Pertumbuhan tersebut sejalan dengan peningkatan sektor keuangan mengalami pertumbuhan sebesar 6,457,76% (yoy).
Peningkatan tersebut tidak terlepas dari peran serta industri BPR di wilayah Sekar Kijang. Hardi mencatat pertumbuhan aset, DPK (Dana Pihak Ketiga) dan kredit tiap BPR dan BPRS mencapai 6,92%, 4,62% dan 5,96% (yoy).
Selain itu, OJK Jember juga mencatat fungsi intermediasi BPR di wilayah Sekarkijang cukup baik dengan rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) sebesar 75,81%. OJK Jember juga mencatat risiko kredit BPR tergolong cukup tinggi, tercermin pada rasio NPL (Non Performing Loan) sebesar 11,30%.
Kendati demikian, rasio kecukupan modal BPR masih tergolong memadai untuk menyerap dampak risiko tersebut dengan CAR sebesar 44,17%.
Atas kondisi tersebut, OJK Jember Pengurus BPR di wilayah Sekarkijang untuk memperhatikan potensi peningkatan jumlah kredit bermasalah. BPR harus selalu memantau secara ketat perkembangan kualitas kredit yang disalurkan.
“Khusus untuk BPR yang rasio NPL-nya telah mencapai lebih dari 5%, OJK mewajibkan BPR untuk menyusun langkah-langkah penyelesaiannya yang komprehensif dan realistis dalam sebuah rencana tindak,” katanya.
Dalam sambutannya, Hardi juga menyinggung POJK Nomor 1 Tahun 2024 (POJK 1/2024) tentang Kualitas Aset BPR. OJK Jember berharap POJK tersebut dapat mendorong perbaikan dalam pengelolaan aset BPR, khususnya penyelesaian kredit bermasalah.
Sebab, dalam POJK tersebut diatur mengenai penambahan pengaturan di antaranya mengenai aset non produktif, kualitas aset produktif, penyisihan penilaian kualitas aset dan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN), restrukturisasi kredit, properti terbengkalai, agunan yang diambil alih, hapus buku, dan kebijakan dan prosedur perkreditan.
OJK jember juga akan fokus terkait penerapan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Privat (SAK EP) bagi BPR pada awal tahun 2025, terutama dengan adanya kewajiban pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) bagi BPR di samping Penyisihan Penilaian Kualitas Aset (PPKA).
Karena itu, OJK Jember berharap BPR mempersiapkan infrastruktur yang diperlukan untuk penerapan SAK EP tersebut, antara lain kesiapan SDM, kecukupan SOP, teknologi sistem informasi yang mendukung, serta melakukan pengujian secara berkala di tahun 2024.
“Terkait penerapan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Privat (SAK EP) bagi BPR pada awal tahun 2025, BPR harus menyiapkan infrastruktur yang diperlukan untuk penerapan SAK EP,” pungkasnya.
Advertisement