Riset, Jawa Timur Geser Jawa Barat jadi Paling Intoleran
Setara Institute for Democracy and Peace meluncurkan laporan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia, tahun 2022. Hasilnya, Jawa Timur jadi provinsi paling banyak terjadi pelanggaran kebebasan beragama. Posisi ini menggeser Jawa Barat yang langganan di posisi pertama sejak 2007.
Tindakan Meningkat
Dilansir dari sejumlah media, Setara merilis laporannya pada Selasa 31 Januari 2023. Dalam laporannya terdapat total 175 peristiwa dan 333 tindakan pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia, sepanjang 2022.
Peristiwa didefinisikan sebagai suatu kejadian yang terjadi di satu hari yang sama, sementara "tindakan" adalah variasi aktor pelanggar KBB dan variasi tindakan yang terjadi dalam satu peristiwa.
Jumlah ini naik tipis dibanding tahun 2021, sebanyak 171 peristiwa dan 318 tindakan.
Pelaku dan Korban
Pelaku pelanggaran kebebasan beragama terbanyak adalah aktor negara. Dari 333 tindakan, sebanyak 168 dilakukan oleh aktor negara dengan pemerintah daerah sebanyak 47 tindakan, kepolisian sebanyak 23 tindakan, Satuan Polisi Pamong Praja atau Satpol-PP 17 tindakan, institusi pendidikan negeri sebanyak 14 tindakan, dan Forkopimda sebanyak 7 tindakan.
Dilihat dari bentuknya, aktor negara banyak melakukan lima pelanggaran kebebasan beragama. Yakni tindakan diskriminasi ada 40 tindakan, kebijakan diskriminatif ada 25 tindakan, pelarangan usaha 18 tindakan, penolakan tempat ibadah 13 tindakan, dan menjadikan tersangka penodaan agama 10 tindakan.
Sedangkan pada pelaku non negara, terdapat 165 pelanggaran paling banyak dilakukan oleh warga ada 94 tindakan, individu ada 30 tindakan, ormas keagamaan ada 16 tindakan, Majelis Ulama Indonesia ada 16 tindakan, dan Forum Kerukunan Umat Beragama ada 10 tindakan.
Aktor non negara paling banyak melakukan pelanggaran dalam hal penolakan pendirian tempat ibadah 38 tindakan, intoleransi sebanyak 37 tindakan, pelaporan penodaan agama sebanyak 17 tindakan, larangan ibadah 15 tindakan, penolakan ceramah 14 tindakan, dan perusakan tempat ibadah 7 tindakan.
Korban dari pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah individu sebanyak 41 peristiwa, warga 34 peristiwa, penganut Protestan 30 peristiwa, pengusaha 19 peristiwa, umat Islam 14 peristiwa, pelajar 13 peristiwa, umat Buddha 7 peristiwa, Jamaah Ahmadiyah 6 peristiwa, penganut aliran penghayat 6 peristiwa, Syiah 3 peristiwa, Hindu 3 peristiwa, dan pemeluk Katolik 3 peristiwa.
Gangguan Rumah Ibadah
Selain itu, Setara merilis empat pelanggaran kebebasan beragama. Antara lain kasus gangguan atas rumah ibadah, kasus penolakan ceramah, kasus penodaan agama, dan data tentang provinsi yang mengalami pelanggaran kebebasan dan berkeyakinan paling banyak di Indonesia.
Setara menjelaskan, bentuk gangguan atas rumah ibadah antara lain tindakan menolak pendirian rumah ibadah, perusakan rumah ibadah, pembongkaran rumah ibadah, dan perusakan fasilitas di rumah ibadah.
Ada 50 rumah ibadah yang mengalami gangguan sepanjang 2022. Rumah ibadah milik gereja Protestan dan Katolik menjadi yang paling banyak menerima gangguan yaitu 21 kasus, kemudian masjid 16 kasus, wihara enam kasus, musala empat, pura dua kasus, dan rumah ibadah penghayat satu kasus.
Kasus Penolakan Ceramah
Selain gangguan rumah ibadah, kasus penolakan ceramah keagamaan jumlahnya disebut meningkat pesat. Jika pada tahun-tahun sebelumnya hanya ada satu kasus, jumlahnya menjadi 14 peristiwa di sepanjang 2022. Sebanyak 14 kasus di antaranya terjadi di Jawa Timur.
Kasus Penodaan Agama
Kasus penodaan agama juga mengalami peningkatan di tahun 2022. Sepanjang tahun 2021 terdapat 10 kasus, naik menjadi 19 kasus di tahun ini.
Provinsi Terbanyak
Terkait provinsi yang melakukan pelanggaran kebebasan beragama paling banyak, Setera mencatat Jawa Timur memiliki kasus terbanyak dengan 34 peristiwa, disusul Jawa Barat 25 peristiwa, DKI Jakarta 24 peristiwa, Banten 11 peristiwa, Jawa Tengah 10 peristiwa, Sumatera Utara 10 peristiwa, Aceh 7 peristiwa, Kalimantan barat 7 peristiwa, Nusa Tenggara Barat 6 peristiwa, dan Riau 5 peristiwa.
Setara mencatat penyumbang pelanggaran kebebasan beragama terbanyak di Jatim adalah kasus penolakan ceramah sebanyak 8 peristiwa, penolakan pendirian tempat ibadah sebanyak 6 peristiwa, kebijakan diskriminatif sebanyak 4 peristiwa), dan pelaporan penodaan agama sebanyak 3 peristiwa.
Temuan lain, ada dua hal yang menyebabkan laporan pelanggaran di Jatim meningkat. Pertama, kuatnya stigma terhadap tradisi agama atau kebudayaan leluhur yang menyebabkan beberapa kelompok melakukan aksi penolakan, seperti perusakan dupa dan sajen. Kedua, kuatnya organisasi Nahdlatul Ulama (NU) di Jatim sehingga mengukuhkan soliditas penolakan terhadap penceramah yang dikenal mengancam kemajemukan dan praktik keagamaan yang melekat dengan budaya nusantara.
Menggunakan sudut pandang HAM, penolakan penceramah merupakan pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat. Karenanya, tindakan penolakan penceramah tidak bisa dibenarkan.
Sedangkan posisi Jawa Barat bisa tergeser sebab organisasi Front Pembela Islam (FPI) yang tidak aktif.
Advertisement