Rintisan Sekolah Virtual di Jawa Tengah Diikuti 72 Siswa
Program sekolah virtual yang diiniasi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo telah berjalan di dua sekolah rintisan di SMAN 3 Brebes dan SMAN 1 Kemusu Boyolali. Teknisnya, pembelajaran virtual sebanyak 70 persen, dan sisanya pembelajaran tatap muka.
"Maksimal nanti hanya 30 persen saja yang tatap muka. Lainnya, dengan cara sekolah virtual," tutur Kepala Bidang Pembinaan SMA Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, Syamsudin Isnaini, dihubungi via telepon, Kamis 12 November 2020.
Menurutnya, pembelajaran tatap muka dilakukan untuk mengumpulkan siswa kelas virtual. Seperti halnya saat pertemuan awal, siswa kelas virtual dikumpulkan dulu agar mendapatkan penjelasan. Misalnya, soal penjelasan buku modul dan hal terkait lain pada kelas virtual. "Nanti pada saat akan kenaikan kelas atau ujian, juga akan ketemu lagi," terang dia lebih lanjut.
Soal pembelajaran dengan metode tatap muka yang dapat dilakukan 30 persen di kelas virtual, kata dia, diarahkan untuk pengenalan lingkungan, metode pembelajaran, bimbingan konseling, tugas laboratorium, dan lainnya. Karena sifatnya memang harus dilaksanakan secara tatap muka. Dalam artian, kelas virtual tetap pada konsep awal dengan pembelajaran berbasis IT.
Syamsudin menuturkan, sementara ini sekolah virtual masih sebatas dilakukan di Brebes dan Boyolali sampai pada penghabisan tahun ajaran 2020/2021. Dengan demikian, sekolah virtual belum bisa dibuka di sekolah lain lagi sampai pada tahun ajaran baru berikutnya. "Di tengah jalan buka sekolah lagi, kan enggak bisa. Nanti bila ada PPDB lagi, kebijakannya mau berapa, kan. Nanti akan dikaji," terangnya lebih lanjut.
Sementara ini, sekolah virtual telah diikuti 72 siswa. Atau masing-masing sekolah diikuti 36 siswa. Sejauh ini, siswa dari keluarga kurang mampu merasa terbantu dengan sekolah virtual. "Dari sisi akses, (sekolah virtual) diutamakan untuk anak didik dari keluarga kurang mampu. Program ini kan sangat bermanfaat," sambungnya.
"Jadi memang anak-anak yang kemarin tidak ada harapan untuk masuk sekolah dan di sekolah negeri. Di dua kelas ini, dapat," jelas Syamsudin.
Angka anak tidak sekolah karena permasalahan biaya, tercatat di Jawa Tengah mencapai sekitar 45 ribu. Dengan adanya kelas virtual itu sama saja sudah membantu anak-anak tersebut tetap bisa meneruskan sekolahnya.
Meski demikian, tidak hanya sekolah virtual yang menjadi satu-satunya program mengurangi angka putus sekolah. Tapi juga ada peran sekolah swasta. "Dari sekolah swasta mau memfasilitasi meringankan beban anak sekolah," tambahnya.