Rini Instruksikan Sucofindo Buka Kantor di Papua
Menteri BUMN Rini M. Soemarno memastikan PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo) Persero, atau lebih akan berkantor di Jayapura, Papua, guna memperlancar proses ekspor langsung dari Pelabuhan Jayapura ke negara tujuan.
"Sebelumnya ekspor langsung tidak bisa dilakukan di Jayapura karena tidak ada Sucofindo dan (proses) fumigasi. Sucofindo juga BUMN, semua layanannya dikerahkan termasuk jasa fumigasi. Semoga ekspor dari Papua makin meningkat," ujarnya di Jayapura, Jumat.
Rini yang berbicara usai meresmikan 16 proyek kemaritiman di Kawasan Indonesia Timur dan melespas 35 Kontainer kayu olahan yang di ekspor ke Sianghai, Tiongkok, menegaskan Papua memliki banyak komoditi ekspor yang diminati pasar dunia dan BUMN akan berusaha memperlancar arus barangnya.
Rini pun meminta Sucofindo untuk segera merealisasikan permintaan tersebut karena hal tersebut sudah lama disampaikan oleh para pengusaha kayu olahan.
"Dua bulan lagi Insya Allah saya akan kembali ke sini untuk memasang listrik di desa. Jadi kalau dua bulan dari sekarang (Sucofindo) itu belum ada, ya keterlaluan," katanya.
Sementara Ketua Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Indonesia (Iswa) Provinsi Papua Daniel Gerden menyambut baik pernyataan menteri BUMN yang akan menghadirkan Sucofindo di Jayapura.
Ia mengungkapkan selama ini salah satu hambatan kuantitas pengusaha dalam melakukan ekspor karena belum adanya petugas Sucofindo di Jayapura sehingga ketika hendak mengirim barang, mereka harus mendatangkan dari Makassar, Sulawesi Selatan.
"Ekspor itu terkakit dengan kesiapan regulasi dan pelayanan. Kalau pelayanan itu berjalan dengan baik, saya kira kesinambungan ekspor itu jangankan per bulan, per minggu juga bisa," katanya.
Menurut dia, melalui ekspor para pengusaha bisa berkontribusi pada pendapatan negara dan daerah, terlebih kini kondisi rupiah tengah tertekan dolar AS.
Ia memandang hal tersebut tidak lepas dari minimnya jumlah ekspor dibanding tingginya nilai impor.
"Kalau berbicara ekspor ini kan tentang bagaimana kita memasukan devisa untuk negara. Ekspor dan impor harus seimbang, kalau impor lebih tinggi dibanding ekspor maka dolar yang akan naik karena kita butuh dolar untuk membeli barang dari luar," katanya. (ant)