Rindu Al-Musthafa, Maulid Nabi, Cahaya Akhir Zaman
Setiap Muslim senantiasa merasakan rindu terhadap Rasulullah, Muhammad Shallallahu alaihi wasallam (Saw). Pelbagai ekspresi pun disampaikan baik dalam Shalawat, Lagu, Nyanyian, hingga syair-syair legendaris seperti Maulid Diba'.
KH Husein Muhammad memberi catatan penting akan kerinduannya itu.
Rindu Al-Musthafa, Rindu Rasulullah
ﻃَﺎﻟَﻤَﺎ ﺍَﺷْﻜُﻮْ ﻏَﺮَﺍﻣِﻰ ﻳَﺎ ﻧُﻮْ ﺭَ ﺍﻟْﻮُﺟُﻮْﺩ
Betapa lama aku memendam rindu (padamu) duhai cahaya alam semesta
ﻭَﺍُﻧَﺎﺩِﻯ ﻳَﺎ ﺗِﻬَﺎﻣِﻰ ﻳَﺎ ﻣَﻌْﺪِﻥَ ﺍﻟْﺠُﻮْﺩ
Dan aku memangil-manggil sang kekasih dari lembah Tihama, oh, sumber segala kedermawanan.
ﻣُﻨْﻴَﺘِﻰ ﺍَﻗْﺼَﻰ ﻣَﺮَﺍﻣِﻰ ﺍَﺣْﻈَﻰ ﺑِﺎﻟﺸُّﻬُﻮْﺩ
Puncak Harapanku satu-satunya, aku bisa menatap wajah indahmu
ﻭَﺍَﺭَﻯ ﺑَﺎﺏَ ﺍﻟﺴَّﻼَﻡِ ﻳَﺎ ﺯَﺍﻛِﻰ ﺍﻟْﺠُﺪُﻭْﺩ
Dan aku dapat melihat pintu kedamaian, duhai yang lahir dari moyang yang bersih.
Maulid Nabi
Semesta Menyambut Kelahiran Sang Nabi
Kelahiran Muhammad bin Abd Allah Saw disambut dengan penuh suka cita, bukan hanya oleh makhluk Allah di bumi, melainkan juga di langit. Ibnu al Jauzi seorang ulama pengikut aliran pemikiran Ahmad bin Hanbal terkemuka menggambar peristiwa kelahiran Nabi yang agung itu dengan sangat indah. Katanya :
“Ketika Muhammad lahir, Malaikat di langit menyiarkan beritanya dengan suara riuh rendah. Jibril datang dengan suara gembira. Arasy bergetar. Para bidadari sorga keluar menebarkan aroma wewangian. Ketika Muhammad lahir, Aminah, ibunya, melihat cahaya menyinari istana Bosra. Malaikat mengelilinginya dan membentangkan sayap-sayapnya sambil menyenandungkan puja puji kepada Tuhan”.
Malam kelahiran Nabi adalah malam yang bertaburan cahaya yang memancar dari langit biru bening. Kehadiran Nabi Muhammad, adalah anugerah besar bagi dunia manusia dan semesta raya.
Syeikh Al-Barzanji menyenandungkan kidung-kidung Madah dan puisi-puisi Na’tiyah menyambut kelahiran sang Nabi, sang calon pemimpin dunia itu.
يَا نَبِى سَلَامٌ عَلَيكَ يَا رَسُول سَلَام عَلَيكَ
يَا حَبِيبُ سَلَام عَلَيكَ صَلَوَاتُ اللهِ عَلَيكَ
أَشْرَقَ الْبَدْرُ عَلَينَا فَاخْتَفَتْ مِنْهُ الْبُدُورُ
مِثْلَ حُسْنِك مَا رَأَيْنَا قَطُّ يا وَجْهَ السُّرُورِ
أَنْتَ شَمْسٌ أَنْتَ بَدْرٌ أنْتَ نُورٌ فَوْقَ نُورٍ
أَنْتَ إِكْسِيرٌ وَغاَلىِ أَنْتَ مِصْبَاحُ الصُّدُورِ
يَا حَبِيب يَا مُحَمَّد يَا عَرُوسَ الخَافِقَينِ
يَا مُؤَيَّد يَا مُمَجَّد يَا إِمَامَ الْقِبْلَتَينِ
Aduhai Nabi, Selamat dan Damailah Engkau
Aduhai Rasul, Salam dan Damailah Engkau
Aduhai kekasih, Selamat dan Damailah Engkau
Sejahteralah Engkau
Telah terbit purnama di tengah kita
Maka tenggelam semua purnama
Seperti cantikmu tak pernah kupandang
Aduhai wajah ceria
Engkaulah matahari,
Engkau purnama
Engkau cahaya di atas cahaya
Engkau permata tak terkira
Engkau lampu di setiap hati
Aduhai kekasih, aduhai Muhammad
Aduhai pengantin rupawan
Aduhai yang kokoh, yang terpuji
Aduhai imam dua kiblat, timur dan barat
Puisi-puisi ini dinyanyikan dan dihapal oleh masyarakat muslim hampir di seluruh dunia muslim, tak terkecuali Indonesia. Pada saat puisi-puisi ini dibacakan, orang-orang yang hadir bangkit berdiri dalam sikap penuh penghormatan terhadap sang Nabi. Mereka membayangkan seakan-akan sang Nabi datang dan hadir di tengah-tengah mereka. Ini sebuah ekspresi indah yang hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang punya nurani bersih dan mengerti keindahan sastrawi dan berkebudayaan.
Demikian catan KH Husein Muhammad