Rieke Ajukan Sebagai Penjamin Penangguhan Eksekusi Baiq Nuril
Rieke Diah Pitaloka, anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) DPR RI mengajukan diri sebagai penjamin atas eksekusi Baiq Nuril menusul keputusan Mahkamah Agung yang menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK).
Terpidana kasus pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril dalam waktu dekat akan dieksekusi oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Adanya penangguhan eksekusi terhadap sahabat saya Ibu Baiq Nurul di luar persoalan amnesti. Jadi, pastikan dahulu Ibu Baiq Nuril tidak dipenjara,” ujar Rieke di Gedung DPR, Jakarta, Rabu, 10 Juli 2019.
Anggota Komisi VII DPR ini juga memberikan surat kepada Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet), serta anggota Komisi III DPR Nasir Djamil. Isi surat tersebut yakni meminta adanya penangguhan eksekusi penahanan terhadap Nuril.
Dia berharap, Bamsoet dan Nasir Djamil bisa berkomunikasi dengan Jaksa Agung, HM Prastyo mengenai penangguhan eksekusi tersebut. “Mudah-mudahan mereka bisa komunikasi dengan Jaksa Agung,” katanya.
Rieke sendiri mengaku sudah melakukan komunikasi dengan Kejagung, Senin 8 Juli 2019. Kata Rieke, upaya yang dilakukan ini bukan untuk intervensi hukum, namun untuk mengajukan permohonan penangguhan penahanan.
“Jadi, kami akan berupaya paling tidak besok atau lusa pada Jumat akan datang menyerahkan surat penangguhan eksekusi,” katanya.
Terpisah, anggota Komisi III DPR, Arsul Sani meyakini Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) akan memberikan amnesti kepada Baiq Nuril. Dengan begitu, Nuril bisa lepas dari jeratan hukum yang menimpanya ini.
“Kewajiban kami di DPR untuk mendukung Presiden memberikan amnesti, itu saya kira DPR dalam posisi mendukung,” kata Arsul.
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menilai MA tidak melihat kasus Nuril secara menyeluruh. Arsul berpendapat, semestinya MA juga mempertimbangkan bahwa Nuril telah mendapatkan pelecehan seksual dari Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Hal itulah yang mendasari tindakan Nuril, yakni merekam perkataan mesum dari kepala sekolah tersebut. "Mestinya harus dipertimbangkan juga mengapa Baiq Nuril sampai melakukan itu," katanya.
Diinformasikan, Baiq Nuril dilaporkan atas perbuatan merekam aksi pelecehan seksual yang dilakukan oleh Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram tempatnya bekerja. Baiq Nuril dijerat Pasal 27 Ayat (1) UU ITE juncto Pasal 45 Ayat (1) Undang-undang Nomor 11/2008 tentang ITE khususnya terkait penyebaran informasi elektronik yang muatannya dinilai melanggar norma kesusilaan.
Tak puas lantaran Pengadilan Negeri Mataram memvonis Nuril bebas, mantan Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan menang. Nuril lantas mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA.
Namun, permohonan PK Nuril ditolak oleh MA. Akibat penolakan ini Nuril akan tetap dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan. (ant/wit)