Ribut Rebutan Jenazah, Rudolf Belum Bisa Dimakamkan
Jenazah almarhum Rudolf P. Sayersz berumur 58 tahun, salah satu korban jatuhnya pesawat Lion Air Jt 610 hingga hari ini, Kamis 8 November belum dimakamkan. Jenazah masih tertahan di Rumah Duka Darmais, Jalan S. Parman, Jakarta Barat.
Istri petama almarhum dan ketiga putrinya yang mengaku sebagai ahli waris, menghendaki jenazah almarhum dimakamkan di Manado. Tapi masalahnya, muncul perempuan lain yang juga mengaku sebagai istri Rudolf. Dia menolak dan mencoba menghalang-halangi pemakaman Rudolf di Manado.
Bahkan, jenazah Rudolf diam-diam dibawa keluar dari RS Bhayangkara Tingkat I Soekanto pada Selasa malam lalu oleh peremuan bernama Heny Fatimah. Heny kemudian menyemayamkan jenazah Rudolf di rumah duka, Yayasan Darmais.
Berdasarkan pengumuman yang ditempelkan di kaca depan ruang Christal,-- tempat jenazah Rudolf disemayamkan, terpampang informasi jika almarhum Rufolf akan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Menteng Pulo Jakarta. Jika mengikuti jadwal, seharusnya pemalkaman sudah dilaksanakan kemarin, 7 November pukul 15.00 WIB.
Namun rencana pemakaman itu tertunda hingga kini. Penyebabnya, karena tidak memperoleh persetujuan tiga anak almarhum yakni Pucha berumur 33, sebagai putri sulung, kemudian Gita berumur 31 dan si bungsu Gabriella. Mereka semua adalah anak Rudolf dari istri pertamanya, yang bernama Yuke Pelealu.
"Saya akan berusaha sekuat tenaga untuk membawa pulang jenazah papa ke Manado," kata Pucha yang baru tiba dari Swedia.
Istri pertama Rudolf, Yuke juga mempertanyakan mengapa pihak Lion dengan mudah menyerahkan surat kematian dan jenazah suaminya kepada orang lain yang dianggap tidak berhak.
Yuke bersama ketiga putrinya sempat memperlihatkan beberapa lembar dokumen berisi akte kelahiran ketiga putrinya, serta akte nikah kepada ngopibareng.id di rumah duka Darmais, Kamis 8 November 2018.
"Dengan bukti ini saya adalah istri Rudolf yang sah, dan tidak pernah ada perceraian di antara kami," kata Yuke, yang tiba tiba menangis di depan peti jenazah suaminya.
Pucha, putri sulung almarhum juga menuturkan, sejak tahun 2002 hubungan antara mama dan papanya itu memang tidak harmonis. Almarhum Rudolf dianggap sering menyakiti mamanya, Yuke.
"Papa sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Papa ketahuan berselingkuh dengan perempun lain yang sekarang mengaku sebagai istri kelimanya," kata Pucha.
Padahal, setahu Pucha almarhum tidak pernah menceraikan mamanya dan tidak pernah minta izin untuk menikah lagi. Pucha juga mencurigai ada motif lain di balik keinginan perempuan yang mengaku sebagai istri almarhum.
Pucha mencurigai ada motif lain dari perempuan yang mengaku sebagai istri kelima Rudolf itu. Sampai dia ingin menguasai jenazah dan surat kematian Rudolf dari Rumah Sakit Polri. Bawa-bawa pengacara pula.
"Kalau punya niat baik, jenazah papa tidak sampai diributkan dan terkatung-katung seperti ini" kata Pucha.
Masalah siapa yang berhak memakamkan Rudolf pun kini sudah mulai mereda. Istri ke lima Rudolf itu sudah meninggalkan Rumah Duka Darmais. Namun bukan berarti pemakaman bisa langsung dilaksanakan.
Yuke dan anak-anaknya tak bisa tidak bisa membawa jenazah suaminya dengan begitu saja. Penyebabnya surat-surat sudah masih dibawa oleh istri kelimanya.
Padahal jenazah almarhum Rudolf rencananya akan dibawa ke Manado Kamis malam ini, untuk dimakamkan di Matungkas Minahasa Utara.
Untuk mengatasi silang sengkarut ini, Yuke anak-anaknya akan meminta penjelasan ke Kantor Lion Air atas kejadian ini.
"Waktu ribut di RS Polri sudah saya jelaskan, bahwa saya adalah istri Rudolf. Ketiga putrinya juga anak yang sah dengan bukti surat nikah dan akte kelahiran," kata Yuke. Tapi saat itu, Heny Fatimah juga memperlihatkan surat nikah dengan Rudolf. (asm)