Ribut Minyak Goreng, Pedagang Tanya Subsidi Minyak Pemerintah
Kebijakan minyak goreng satu harga dari pemerintah seharusnya disambut dengan gembira. Faktanya tidak demikian. Di beberapa pasar malah terjadi keributan, perang mulut antara pembeli dan pedagang.
Kata Pedagang
Sumber keributan adalah perbedaan harga minyak goreng di pasar dengan harga yang ditetapkan pemerintah yakni Rp 11.500 untuk minyak goreng curah dan Rp 13.500 untuk kemasan 1 liter.
Faktanya minyak dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah, tidak ditemukan. Di toko ritel seperti Alfamart atau Indomart juga sulit ditemukan. Alasannya, stok sudah habis.
Sedang minyak goreng curah yang beredar di pasar dan toko di kampung menggunakan harga lama dan masih tinggi, Rp 24 ribu per liter. Para pedagang tidak ada yang menjual dengan harga pemerintah.
"Saya beli di grosir sebelum pemerintah membuat kebijakan minyak goreng satu harga. Kalau saya jual minyak dengan harga pemerintah, saya rugi,'' kata seorang pedagang di Pasar Palmerah Jakarta, Rosidi, Kamis 3 Februari 2022.
Ia malah mempertanyakan subsidi minyak goreng yang dijanjikan pemerintah, yang sampai sekarang tidak jelas. Pedagang asal Tegal, Jawa Tengah, mengaku sering ribut dengan pembeli soal perbedaan harga yang tidak sesuai dengan patokan dari pemerintah. "Karena jengkel, saya suruh beli ke pemerintah, jangan di pasar," kata Sukidi dengan menahan dongkol.
Rekomendasi Anggota DPR
Anggota Komisi VI DPR fraksi PPP, Achmad Baidowi mewanti-wanti minyak goreng jangan sampai dimonopoli oleh sejumlah pihak. Pria yang akrab disapa Awiek, mendorong minyak goreng seharga Rp 11.500 yang masih gaib itu ditelusuri.
Dia meminta Kementerian Perdagangan dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyelidiki untuk mencegah terjadinya monopoli oleh kartel.
"Ini problemnya di mana, apakah permainan kartel dari produsen atau distributor. Tentu ini harus dilakukan penelusuran yang melihatkan KPPU terkait dengan bisnis di minyak goreng ini, jangan sampai ada kartel yang monopoli. Kalau perlu aparat hukum juga menelusuri," katanya.
Selain itu, Awiek meminta adanya penetapan domestic market obligation (DMO) bagi produsen minyak goreng. Dia menilai DMO itu perlu ditetapkan guna menjaga ketersediaan minyak goreng di dalam negeri.
"Berikutnya, kebijakan mengenai DMO bagi produsen minyak goreng itu perlu ditegakkan, jangan sampai para produsen minyak goreng itu lebih memilih ke luar negeri karena harga di luar negeri lebih mahal misalnya, tetapi melupakan pangsa pasar di dalam negeri," katanya
Sebab praktik seperti itu akan membawa kesusahan bagi masyarakat, khususnya para pelaku UMKM dan sektor rumah tangga yang mengalami kelangkaan minyak goreng.
"Maka kemudian DMO itu perlu dibikin standarisasi, misalkan setiap produsen wajib melakukan DMO 20% atau 25% produksinya harus disebar di pasar dalam negeri, sehingga kalau suplainya melimpah maka nanti akan dengan sendirinya harga minyak goreng itu akan stabil," ungkapnya.
Advertisement