Ribuan Warga Hong Kong Beraksi, Tuntut Reformasi Demokrasi
Puluhan ribu orang kembali mengikuti demonstrasi di Hong Kong pada Minggu 14 Juli 2019 dalam aksi lanjutan yang telah berlangsung selama berminggu-minggu. Semula protes dipicu oleh penentangan terhadap rancangan undang-undang ekstradisi (RUU Ekstradisi) yang memungkinkan pengiriman terduga kejahatan ke China untuk diadili.
Namun tuntutan aksi belakangan meluas ke reformasi demokrasi dan kebebasan berbicara di tengah kekhawatiran kebebasan di Hong Kong tergerus.
Hong Kong adalah bekas koloni Inggris, tetapi dikembalikan ke pemerintah China pada tahun 1997 di bawah kesepakatan "satu negara, dua sistem" yang menjamin tingkat otonomi Hong Kong, termasuk sistem peradilan.
Demonstrasi pada Minggu, 14 Juli berlangsung di sejumlah titik, termasuk di kawasan Sha Tin. Sebagian di antara mereka kembali mengulangi tuntutan agar Pemimpin Eksekutif Carrie Lam mengundurkan diri, sementara peserta yang lain mengusung spanduk berisi tuntutan kemerdekaan bagi Hong Kong.
"Saya belum lelah melakukan protes, kami perlu memperjuangkan hak-hak kami," kata seorang pemrotes berusia 25 tahun sebagaimana dikutip South China Morning Post.
Hong Kong adalah bekas koloni Inggris, tetapi dikembalikan ke pemerintah China pada tahun 1997 di bawah kesepakatan "satu negara, dua sistem" yang menjamin tingkat otonomi Hong Kong, termasuk sistem peradilan.
Pada hari yang sama digelar pula demonstrasi oleh kalangan wartawan untuk menentang hal yang disebut sebagai perlakuan buruk polisi terhadap wartawan.
Aksi pada Minggu ini digelar menyusul protes serupa pada Sabtu menentang penyelundupan barang-barang dari Hong Kong ke China. Para demonstran menggelar aksi di Sheung Shui, kota di Hong Kong yang berdekatan dengan perbatasan China, destinasi wisata populer bagi wisatawan dari negara itu.
Para pedagang menggunakan Sheung Shui untuk membeli barang-barang dan kemudian menjualnya dengan harga tinggi di China, tetapi warga setempat mengeluh karena kedatangan para turis mendongkrak harga, mengganggu pelayanan umum dan mengubah wajah daerah itu.
Pada tanggal 9 Juli, Pemimpin Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, sejatinya mengatakan bahwa RUU Ekstradisi yang memungkinkan ekstradisi ke China "telah mati".
Namun ia tidak secara eksplisit mengatakan bahwa RUU itu benar-benar dicabut sehingga pengunjuk rasa bertekad akan terus melanjutkan demonstrasi.