Ribuan Petani Jember Tuntut Reforma Agraria Tanpa Kriminalisasi
Seribu lebih petani Kabupaten Jember yang tergabung dalam Serikat Tani Independen (Sekti) Jember, menggelar tasyakuran Hari Tani Nasional yang ke-62, Selasa, 27 September 2022. Tasyakuran tersebut digelar setelah ribuan petani urung melakukan aksi unjuk rasa atas permintaan pihak terkait.
Dalam tasyakuran tersebut, selain digelar selawat bersama juga ada penyampaian orasi dari perwakilan petani. Petani diwakili oleh Ketua Sekti Jember Jumain.
Pada kesempatan itu, Jumain menyampaikan bahwa hingga tahun 2022, konflik agraria di berbagai daerah di Indonesia masih kerap terjadi, termasuk di Kabupaten Jember.
Berdasarkan data Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), sepanjang tahun 2020 saja sudah terjadi 241 konflik agraria di berbagai daerah di Indonesia. Namun di sisi lain, upaya penyelesaian konflik agraria dari pemerintah hingga saat ini masih belum ada perkembangan.
“Penyelesaian konflik agraria dari pemerintah sejauh ini masih jalan di tempat. Padahal di Jember ada 22 Organisasi Tani Lokal (OTL) yang menyampaikan bahwa terjadi konflik agraria di Jember,” kata Jumain.
Atas kondisi tersebut, Sekti menyampaikan beberapa tuntutan kepada Bupati Jember Hendy Siswanto. Pertama, meminta pihak-pihak terkait menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap para petani.
Seperti disampaikan salah satu petani bernama Bahrul Ulum. Bahrul Ulum mengatakan, lima bulan yang lalu, dirinya bersama teman-temannya yang lain menjadi korban pembacokan yang dilakukan oleh oknum preman.
“Saya dan teman-teman dikeroyok, Hp saya diambil. Itu kejadian sekitar lima bulan yang lalu. Ini bekas pembacokan itu masih ada,” kata Bahrul Ulum saat dikonfirmasi di lokasi tasyakuran.
Bahrul Ulum mengatakan, dirinya bersama korban lainnya sudah membuat laporan resmi kepada pihak kepolisian. Namun hingga saat ini belum diketahui perkembangannya.
Bahrul Ulum juga mengatakan, dirinya bersama ribuan petani lainnya sudah sepakat melakukan aksi turun jalan memperingati Hari Tani Nasional yang ke-62. Namun, beberapa perwakilan diajak berdiskusi langsung dengan bupati di Pendapa Wahyawibawagraha.
Dalam diskusi tersebut, para petani akhirnya mengubah varian penyampaian pendapat, yang awalnya aksi unjuk rasa diganti tasyakuran dan selawatan.
Tuntutan yang kedua, Sekti menuntut Pemkab Jember menegakkan konstitusi agraria melalui jalan reforma agraria sejati.
Kemudian tuntutan yang ketiga, Sekti meminta Pemkab Jember segera menyelesaikan dan menuntaskan sengketa dan konflik agraria di Jember, secara adil, damai, dan terpimpin.
Terakhir, Sekti meminta turut dilibatkan secara aktif dalam Gugus Tugas Reforma Agraria. Sebab, sebelumnya Sekti sudah mendapat mandat agar masuk menjadi bagian dari GTRA Kabupaten Jember.
Tanggapan Bupati
Bupati Jember Hendy Siswanto yang sekaligus Ketua GTRA Kabupaten Jember menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada ribuan petani, yang telah mengisi Hari Tani Nasional yang ke-62 dengan acara tasyakuran.
“Memang esensi memperingati ulang tahun harusnya senang-senang, makan-makan, dan bersyukur seperti ini. Bukan melakukan aksi, apalagi kemarin sempat mengatakan ada 8.000 petani yang siap turun jalan,” kata Hendy.
Hendy mengakui, saat mendengar ribuan petani hendak melakukan aksi turun jalan, sebanyak 26 orang perwakilan diundang ke Pendapa untuk berdiskusi bersama.
Terkait persoalan agraria di Kabupaten Jember, Hendy meminta petani jujur dalam memberikan data kepada petugas dan tidak saling mengklaim.
“Persoalan agraria di Jember tidak terlalu rumit sepanjang petani menyampaikan dokumen yang sebenarnya, tidak saling mengklaim tanah itu miliknya,” tambah Hendy.
Dalam penyelesaian persoalan agraria di Jember nantinya, sertifikat akan diutamakan terlebih dahulu ke tempat hunian. Kemudian fasilitas sosial dan fasilitas umum yang berdiri di atas lahan milik Perhutani.
Sejauh ini, GTRA Jember sudah melakukan pengukuran ke lapangan termasuk mengecek dokumen yang dimiliki petani.
Tanggapan Ketua BPN Jember
Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Jember Akhyar Tarfi mengatakan, persoalan agraria di Kabupaten Jember dapat dibagi menjadi tiga. Pertama masyarakat dengan perusahaan milik pemerintah atau BUMN, ada PTPN 10 dan 12.
Kedua antara masyarakat dengan perusahaan daerah atau BUMD. Yang ketiga antara masyarakat dengan TNI.
“Tiga kriteria konflik di Jember itu terjadi sejak lama. Kita saat ini mencari solusi mencari akar persoalannya. Ini memang baru dimulai, mudah-mudahan dapat segera dituntaskan,” kata Akhyar.
Dalam penyelesaiannya nanti, tidak hanya bisa diselesaikan bersama pemerintah daerah. Namun ada beberapa persoalan yang kewenangannya ada di perintah pusat.
Berkaitan dengan persoalan tersebut, Bupati Jember diharapkan bisa melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat. Seperti Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN.
Persoalan agraria di Kabupaten Jember juga dibagi menjadi dua. Yakni persoalan Hak Guna Usaha (HGU) dan penguasaan masyarakat dalam kawasan hutan.
Sejauh ini sudah ada 750 sertifikat tanah yang berkaitan dengan HGU. Sementara terkait penguasaan masyarakat di Kawasan hutan masih dalam proses pengajuan.
“Luasan Kawasan hutan yang dikuasai masyarakat masih tentatif, kurang lebih 400 hektar. Lahan tersebut dihuni oleh sekitar 60 ribu penduduk,” lanjut Akhyar.
Hari ini BPN masih dalam proses pengumpulan data. Bulan Oktober tahun 2022 akan diajukan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Akhyar menargetkan, jika nantinya Kementerian LHK melepaskan lahan tersebut, tahun 2023 sudah bisa didistribusikan kepada masyarakat.
Lebih jauh Akhyar menjelaskan, penyelesaian konflik agraria di Kabupaten Jember tidak bisa diselesaikan sepihak. Yang memiliki peran besar dalam penyelesaian tersebut adalah GTRA.
“Kita sudah ada GTRA yang dibentuk oleh Bupati, pelaksana harian adalah Kepala BPN. Saya minta masyarakat jangan mau dipengaruhi oleh kelompok yang menjanjikan penyelesaian tertentu,” pungkas Akhyar.